BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap makhluk hidup, termasuk manusia
akan mengalami siklus kehidupan yang di mulai dari proses pembuahan, kelahiran,
kehidupan di dunia dengan berbagai permasalahan, dan diakhiri dengan kematian.
Dari berbagai siklus kehidupan di atas, kematian merupakan salah satu yang
mengandung misteri yang sangat besar. Proses pembuahan yang rumit mulai dapat
dikenali dan dipelajari, bahkan akhir-akhir ini dapat dilakukan proses
pembuahan buatan, yang meniru proses alamiah, dan terjadilan inseminasi buatan,
yang tidak menimbulkan masalah etika pada dunia hewan, tetapi menjadi sangat
kompleks dalam dunia manusia. Cloning merupakan proses pembuahan buatan yang
menimbulkan kontradiksi yang sangat kompleks.
Berbagai macam penyulit dalam kurun
waktu kehidupan di dunia dalam benttuk berbagai penyakit juga dapat di kenali
satu demi satu, dan sebagian besar penyakit infeksi sudah dapat di sembuhkan,
sebagian penyakit noninfeksipun sudah dapat dikendalikan walaupun belum dapat
disembuhkan.
Semua upaya di atas, yang dikerjakan oleh
manusia mempunyai hakekat untuk memperoleh jalan keluar dalam mengatasi
kesulitan ataupun dalam proses
pembuatan, kelahiran dan kehidupan itu sendiri yang akhirnya adalah
menunda proses akhir dari seluruh rangkaian kehidupan di dunia, yaitu kematian.
Sampai saat ini kematian merupakan
misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasil menguaknya.
Satu-satunya jawaban hanya tersedia di dalam ajaran agama. Kematian sebagai
akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini, dan ini merupakan hak dari Tuhan.
Tidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannya,
termasuk mempercepat kematinnya.
1.2
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini di tulis untuk dapat
mengetahui yaitu sebagai berikut :
a.
Pengertian bunuh
diri
b.
Pandangan agama
tentang bunuh diri
c.
Motif bunuh diri
d.
Tanda peringatan
bunuh diri
e.
Remaja
menggunakan alkohol
f.
Pengobatan untuk
remaja bunuh diri
g.
Pengertian
kesehatan jiwa remaja
h.
Remaja dan
batasannya
i.
Karakteristik
masa remaja
j.
Perkembangan
psikososial remaja
k.
Cara
memfasilitasi perkembangan remaja
l.
Pengaruh
lingkungan terhadap perkembangan jiwa remaja
m.
Kenakalan remaja
n.
Konseling
kesehatan remaja
1.3
Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan agar
mahasiswa dan mahasiswi mengetahui, memahami dan dapat mengidentifikasi arti
dan makna dari bunuh diri dan dapat memahami kesehatan jiwa remaja secara di
luar dan didalam perilaku dan sikap atau sifat remaja jaman sekarang. Serta
untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dalam masyarakat dalam
rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna mewujudkan kesejahteraan
lahir dan batin yang lebih selaras adil, dan merata.
1.4
Metode Penulisan
Makalah ini di buat berdasarkan studi
kepustakaan dan buku-buku penunjang lainnya yang barbasis sesuai dengan
kurikulum yang ada, dan dari sumber informasi media massa seperti internet
(google).
BAB II
PEMBAHASAN
BUNUH
DIRI
2.1 Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan
mencabut nyawa diri sendiri dengan menggunakan segala macam cara. Biasanya
pelaku bunuh diri di landa keputusan dan depresi karena cobaan hidup dan
tekanan lingkungan. Ada pula yang bunuh diri karena kekurangsehatan akal alias
tidak waras. Beberapa agama melarang dan mengutuk tindakan bunuh diri.
Apa sesungguhnya pemicu
keinginan mengakhiri hidup sendiri itu? Ternyata semua kasus “horor” tersebut
dilandasi pada mood atau suasana hati seseorang. Dr. Ghanshym Pandey beserta timnya
dari Universitas of Illionois, Chicago, menemukan bahwa aktivitas enzim di
dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri
nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta tersebut setelah melakukan eksperimen
terhadap otak 34 remaja yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri.
Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh
diri lebih rendah dibanding mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri.
Teman yang dipublikasikan di jurnal Archives of Geeneral Psychiatry menyatakan
bahwa PKC merupakan komponen yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat
dengan gangguan mood seperti depresi di masa lalu.
Pandey dan timnya sangat
tertarik untuk mengetahui kaitan lain antara PKC dengan kasus bunuh diri
dikalangan remaja belasan tahun. Dari 17 remaja yang meninggal akibat bunuh
diri, sembilan di antaranya memiliki sejarah gangguan mental.
Delapan yang lain tidak
mempunyai dengan gangguan psikis namun dua di antaranya mempunyai sejarah
kecanduan alkohol dan obat terlarang. Aktivitas PKC pada otak para remaja
tersebut jumlahnya sangat kecil di banding dengan remaja yang meninggal bukan
karena bunuh diri. Dari sini disimpulkan bahwa kondisi abnormal PKC bisa
menjelaskan mengapa sebagian remaja memiliki keinginan bunuh diri.
2.2 Pandangan Agama Tentang Bunuh Diri
Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan
hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya.
Kejadian
bunuh diri akhir-akhir ini perlu kita sadari disebabkan sulitnya seseorang
untuk menerima apa yang telah terjadi dan putus asa karena masalah yang dibebannya,
penyebab bunuh diri menurut pandangan saya, karena seseorang yang mempunyai
niat bunuh diri tidak mempunyai solusi lagi atas masalah yang dialami dan tidak
ada tempat berkeluh kesah untuk mendapat solusi tentang masalahnya. ” percayalah saudara bahwa sesungguhnya
kematian itu memang akan datang dan menjemput kita dan janganlah kita yang
mencoba menjemput suatu kematian karena merupakan dosa besar .“
Berikut ini pandangan bunuh diri
menurut agama :
2.2.1 Agama Kristiani Awal
Agama Kristian Awal
tertarik kepada kesyahidan yang merupakan suatu tindakan yang dibenarkan oleh
agama mereka. Kematian Jesus juga dianggap sebagai sejenis bunuh diri oleh
sesetengah orang, umpamanya Tertullian. Adanya tujuh kes bunuh diri dalam Wasiat Lama. Dalam kitab Matthew 27:3, pembunuhan diri Judas Iscariot yang
mengkhianati Jesus mungkin merupakan suatu tanda sesal atau sekurang-kurangnya
suatu pengakuan kebersalahannya. Kumpulan penyokong bunuh diri yang paling
terkenal ialah kumpulan Donatis yang mempercayai bahawa melalui membunuh diri, mereka
boleh mencapai kesyahidan dan naik ke syurga. Mereka melompat dari cenuram, membakar diri dalam bilangan-bilangan besar, serta
menghentikan pengembara-pengembara dan menawarkan wang atau mengugut mereka dengan
kematian untuk menggalakkan mereka membunuh orang yang dikatakan syahid
Donatis. Mereka itu akhirnya diisytiharkan sebagai pembidaah. Bagaimanapun ketika agama Kristian
menjadi agama utama Empayar Rom,
pandangan-pandangannya terhadap bunuh diri beransur-ansur berubah. Pada abad ke-5, St. Augustine menulis sebuah buku yang berjudul Kota Tuhan (The City of God) dan di dalamnya, beliau membuat kutukan pertama
dalam agama Kristian terhadap bunuh diri. Justifikasi untuk kutukannya ialah
tafsiran baru bagi rukun, "Jangan membunuh", dengan alasan-alasannya
yang lain berasaskan "Phaedra" oleh Plato. Walaupun ini hanya merupakan
tentangan kemanusiaan, sesetengah orang Kristian kesudahannya menindas
orang-orang yang membunuh diri, menghina mayat-mayat mereka (dengan kekadangnya
mengebumikan mayat mereka di simpang jalan dengan sebatang pancang menembusi mayat
mereka), memfitnah mereka, serta menyeksa keluarga-keluarga mereka. Pada abad ke-6, bunuh diri
menjadi suatu dosa keagamaan
serta jenayah sekular dan
pada tahun 533, sesiapa
yang membunuh diri kerana dituduh melakukan jenayah tidak dibenarkan upacara
pengebumian Kristian yang merupakan keperluan untuk naik ke syurga. Kemudian pada tahun 693, sebarang percubaan untuk membunuh
diri juga menjadi jenayah gereja yang dihukum dengan pengucilan, diikuti
oleh tindakan-tindakan sivil. Banyak orang Kristian mempercayai tentang
kesucian nyawa manusia, suatu prinsip yang secara umum mengatakan bahawa semua
nyawa manusia adalah suci suatu ciptaan Tuhan yang mengagumkan dan sungguh mengajaibkan dan setiap
usaha harus diambil untuk menyelamatkan dan mengekalkannya jika mungkin. Tidaklah
sehingga kira-kira seribu tahun selepas St. Augustine bahawa orang-orang
Kristian sekali lagi menyoal tentang bunuh diri. Walaupun mereka masih
mempercayai bahawa bunuh diri umumnya adalah salah, orang-orang Kristian yang
liberal berpendapat bahawa orang-orang yang memilih untuk membunuh diri berasa
terlalu sedih dan Tuhan Kristian yang penuh dengan kasih sayang akan mengampunkan perbuatan
mereka.
2.2.2
Agama Katolisisme Modern
Dalam
agama Katolisisme, kematian melalui bunuh diri dianggap
sebagai suatu dosa besar. Alasan utama Kristian adalah bahawa hayat seseorang
dimiliki Tuhan dan oleh
itu, pemusnahan nyawa disamakan dengan perbuatan untuk menguasai apa yang
sebenarnya dipunyai Tuhan. Bagaimanapun, alasan ini ditentang oleh David Hume yang berpendapat bahawa jika membunuh ketika seorang
masih semula jadinya hidup adalah salah, ia haruslah salah juga untuk
menyelamatkan nyawa seseorang yang akan semula jadinya mati, kerana ini juga
kelihatan menentang kehendak Tuhan. Walaupun demikian, perbezaan antara
pendapat-pendapat ini mungkin dapat dirapatkan berdasarkan doktrin Katolik
tentang cara-cara luar biasa: Gereja Katolik mengajar bahawa tidak adanya
sebarang kewajipan moral bagi sesiapa memilih kaedah-kaedah luar biasa untuk
menyelamatkan orang-orang yang menghadapi kematian yang mungkin. Perkara 2281
dalam Soal Jawab mengatakan : 2281: Bunuh diri menentang kecenderungan
semula jadi manusia untuk memelihara dan mengekalkan hidupnya. Ia menentang
kasih sayang kepada diri sendiri. Ia juga menyinggung kasih sayang jiran kerana
ia memutuskan pertalian perpaduan secara tidak adil dengan keluarga, negara,
dan masyarakat-masyarakat lain yang terus kita punyai kewajipan. Bunuh diri
adalah bertentangan dengan kasih sayang kepada Tuhan hidup. Soal Jawab Gereja Katolik 1997
menunjukkan bahawa bunuh diri mungkin tidak selalunya dilakukan dengan
kesedaran yang penuh – dan oleh itu tidak seratus peratus dianggap salah dari
segi moral: "Gangguan psikologi
yang teruk, sesakan jiwa, atau ketakutan terhadap kesusahan, penderitaan, atau
penyeksaan, boleh mengurangkan kebertanggungjawapan seseorang yang membunuh
diri." Konteks yang penting tentang pengutukan bunuh diri Gereja
Katolik ialah desakan mutlak Gereja terhadap kesucian hidup. Adalah dari segi
ini, dan memandangkan bahawa perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang
berfikir selepas pertimbangan jelas bahawa Gereja menganggap bunuh diri sebagai
salah satu daripada dosa yang paling besar dan dengan itu mengakibatkan risiko
penglaknatan abadi. Seriusnya pendirian Gereja terdiri daripada dua alasan:
Bunuh diri ialah penolakan kasih sayang Tuhan kepada manusia, dan kasih sayang
manusia kepada Tuhan. Bunuh diri mengakibatkan perpecahan komuniti-komuniti
kawan, orang-orang yang disayangi, dan masyarakat umumnya.
2.2.3
Agama Kristen Protestan Modern
Orang-orang Kristian Konservatif
(mazhab-mazhab Evangelisme, Karismatik, dan Pentekostalisme) sering memperdebatkan bahawa oleh sebab bunuh diri
melibatkan pembunuhan, jadi sesiapa yang melakukannya akan turun ke neraka. Beberapa tokoh Bible telah
membunuh diri, dengan yang paling terkenal ialah Judas Iscariot yang
menggantung diri selepas mengkhianati Christ. Sedangkan bunuh diri diperlakukan
dengan cara yang negatif dalam kitab Bible, tidak
adanya sebarang ayat yang tersurat di dalamnya yang mmengatakan secara langsung
bahawa bunuh diri akan mengakibatkan nerhaka. Oleh itu, terdapat kepercayaan
yang semakin bertumbuh bahawa orang-orang Kristian yang membunuh diri masih
akan diberikan Syurga. Walau
bagaimanapun, walaupun orang-orang Kristian masih mempercayai bahawa bunuh diri
adalah salah pada umumnya, mereka masih menganggap bahawa orang-orang membunuh
diri hanya kerana mereka berasa terlalu sedih dan oleh itu, mempercayai bahawa
Tuhan Kristian yang penuh dengan kasih sayang akan mengampunkan perbuatan
mereka itu. Menurut Alkitab, bunuh diri tidak menentukan apakah seseorang masuk
surga atau tidak. Jika orang yang belum selamat bunuh diri, apa yang dia
lakukan hanya “mempercepat” dia masuk ke lautan api. Pada akhirnya orang yang
bunuh diri itu akan masuk neraka karena menolak keselamatan dalam Kristus,
bukan karena bunuh dirinya. Alkitab secara khusus mencatat empat orang yang
bunuh diri: Saul (1 Samuel 31:4); Ahitofel (2 Samuel 17:23); Zimri (1 Raja-Raja
16:18) dan Yudas (Matius 27:5). Setiap mereka adalah orang yang jahat dan
berdosa. Alkitab memandang bunuh diri sama dengan pembunuhan, yaitu membunuh
diri sendiri. Allah adalah yang menentukan kapan dan bagaimana seseorang harus
mati. Mengambil hak itu dari tangan Tuhan, menurut Alkitab, adalah penghujatan
terhadap Tuhan. Apa kata Alkitab mengenai orang Kristen yang bunuh diri? Saya
tidak percaya bahwa orang Kristen yang bunuh diri akan kehilangan
keselamatannya dan masuk neraka. Alkitab mengajarkan bahwa mulai dari saat
seseorang percaya kepada Kristus, keselamatannya terjamin (Yohanes 3:16).
Menurut Alkitab, orang Kristen dapat mengetahui dengan pasti bahwa mereka tetap
memiliki hidup yang kekal, apapun yang terjadi. “Semuanya itu kutuliskan kepada
kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu
memiliki hidup yang kekal” (1 Yohanes 5:13). Tidak ada yang dapat memisahkan
seorang Kristen dari kasih Allah! “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun
hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada
sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun
yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita
dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Roma 8:38-39).
Jikalau tidak ada “sesuatu makhluk” yang dapat memisahkan seorang Kristen dari
kasih Allah, dan orang Kristen yang bunuh diri adalah “sesuatu makhluk,” maka
bunuh diripun tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Yesus sudah
mati untuk semua dosa-dosa kita … dan jika seorang yang benar-benar Kristen,
dalam saat kelemahan dan serangan rohani, sampai bunuh diri, itupun adalah dosa
yang untuknya Yesus telah mati. Ini tidak berarti bahwa bunuh diri bukanlah
sebuah dosa yang serius. Menurut Alkitab, bunuh diri adalah pembunuhan dan itu
selalu salah. Saya memiliki keraguan yang serius terhadap kesejatian iman dari
seseorang yang mengaku Kristen tapi bunuh diri. Tidak ada keadaan apapun yang
memperbolehkan seseorang, khususnya orang Kristen, untuk menghabiskan nyawanya
sendiri. Orang-orang Kristen dipanggil untuk hidup bagi Tuhan, keputusan
mengenai kapan dan bagaimana seseorang mati ada dan hanya dalam tangan Tuhan.
Mungkin cara yang baik untuk menggambarkan bunuh diri bagi orang Kristen adalah
dengan mengambil dari Kitab Ester. Di Persia, mereka memiliki hukum bahwa
barangsiapa yang datang menghadap raja tanpa diundang akan dihukum mati,
kecuali kalau raja mengulurkan tongkatnya kepada orang tersebut untuk
menunjukkan kemurahan. Bunuh diri bagi orang Kristen adalah seperti memaksakan
diri untuk menghadap raja dan bukan menunggu dipanggil. Dia akan mengulurkan
tongkatnya kepada engkau, namun tidak berarti dia merasa senang dengan Anda.
Walaupun bukan menggambarkan bunuh diri, ayat Alkitab dalam 1 Korintus 3:15
barangkali dapat memberikan gambaran yang bagus mengenai apa yang terjadi pada
seorang Kristen yang bunuh diri: “Ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti
dari dalam api” (1 Korintus 3:15).
2.2.4
Agama Yahudi
Agama Yahudi, secara
tradisi dan berdasarkan penekanannya terhadap kesucian nyawa, memandangkan bunuh diri sebagai
salah satu dosa yang paling
serius. Bunuh diri sentiasa dilarang oleh undang-undang Yahudi dan tidak
mempunyai sebarang kecualian. Ia tidak diperlihatkan sebagai satu pilihan yang
dapat diterima walau jika keadaannya memaksa seseorang melakukan kesalahan
besar yang jalan keluar tunggal ialah untuk membunuh diri bagi mengelakkan
perbuatan tersebut. Membantu dalam bunuh diri dan meminta bantuan tersebut (dan
dengan itu, mencipta subahat untuk perbuatan dosa) juga dilarang, dan merupakan
pencabulan Leviticus 19:14, "Jangan kamu meletakkan kesentuhan di hadapan
orang buta." Rabai-rabai Yahudi
mentafsirkan ayat ini sebagai melarang sebarang jenis halangan terhadap ajaran
yang betul seperti memujuk orang lain mempercayai doktrin yang palsu (dari segi
teologi), dan
memberi nasihat kewangan yang buruk (dari segi ekonomi) atau dalam
kes ini, halangan terhadap kesusilaan dan jasmani (sila lihat Talmud Bavli (B.)
Pesah.im 22b; B. Mo'ed Katan 5a, 17a; B. Bava Mezia 75b. and B. Nedarim 42b).
Larangan terhadap bunuh diri tidak tersurat dalam Talmud. Karya Semahot (Evel Rabbati) 2:1–5
yang ditulis selepas kitab Talmud bertindak sebagai asas untuk kebanyakan
undang-undang Yahudi tentang bunuh diri, bersama-sama Genesis Rabbah 34:13 yang
berdasarkan larangannya pada Genesis 9:5: "Tetapi mengenai darah kamu,
yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut." (Cf. Undang-undang mengenai
pembunuhan M.T. 2:3; karya Talmud Babylonia, Undang-undang Mahkamah (Sanhedrin)
18:6; S.A. Yoreh De'ah (Kod Undang-undang Yahudi) 345:1ff). Menurut falsafah Chassidisme Yahudi, sesuatu roh turun ke dunia ini untuk
melakukan misinya yang tidak dapat dilaksanakan di "dunia-dunia
rohaniah". Ini ialah tafsiran mereka untuk kenyataan Talmud: "Satu
saat di Dunia Yang Akan Datang (yang bermaksud kedua-dua hidup selepas mati
serta dunia Zaman Messiah) adalah lebih seronok daripada seluruh hayat di dunia
ini. Tetapi satu perbuatan yang baik di dunia ini adalah lebih penting daripada
seluruh kehidupan abadi di Dunia Yang Akan Datang" (Etika Bapa Kita,
Mishna). Menurut mazhab Chassidisme Chabad, walaupun makhluk-makhluk rohani
(para roh dan malaikat yang tinggal
di dunia-dunia rohaniah) tahu akan kewujudan Tuhan, mereka tidak dapat mencapai
IntipatiNya. Semasa mematuhi Rukun-rukun Torah, tubuh dan roh seseorang
mencapai Intipati Tuhan (kerana Torah mewakili kehendak Tuhan yang secocok
dengan intipatiNya) dan menyucikan kedua-dua tubuh dan roh seseorang, serta
juga dunia fizikal ini. Penyucian dunia fizikal melalui pelaksanaan Rukun-rukun
akhirnya akan mewujudkan Zaman Messiah yang merupakan matlamat dan tujuan
Penciptaan. Oleh itu, kehidupan di dalam dunia fizikal memberi roh seseorang
suatu peluang yang unik dan sesiapa yang tidak memanfaatkan diri dengan peluang
ini dianggap sebagai telah melakukan suatu dosa yang paling besar. Jawatankuasa Undang-undang dan
Piawai Yahudi, badan cendekiawan undang-undang Yahudi dalam mazhab Agama Yahudi Konservatif, telah
menerbitkan sebuah teshuva tentang bunuh diri serta bunuh diri
dibantu di dalam terbitannya, Agama
Yahudi Konservatif, Jilid L, No. 4, pada musim panas 1998. Ia
menegaskan larangan dan menumpukan perhatian kepada arah aliran orang-orang Amerika Syarikat dan Eropah yang semakin bertumbuh untuk
mencari bantuan bagi membunuh diri. Teshuva
memerhatikan bahawa sedangkan banyak orang jatuh sakit, seringnya dengan
penyakit-penyakit yang membawa maut, kebanyakan mereka tidak cuba membunuh
diri. Jawatankuasa itu mempercayai bahawa kita diwajibkan menentukan
sebab-sebab mengapa sesetengah orang mencari bantuan untuk membunuh diri supaya
dapat memperbaiki keadaan-keadaan tersebut. Kesimpulan agama Yahudi Konservatif adalah
seperti yang berikut : "... mereka yang membunuh diri dan mereka yang
membantu orang-orang lain berbuat demikian bertindak atas berbagai-bagai niat.
Sesetengah alasan adalah tidak mulia dan melibatkan umpamanya, keinginan
anak-anak untuk melihat ibu atau bapa mereka mati dengan segera supaya tidak
menghabiskan harta pusaka secara boros untuk penjagaan kesihatan yang
'sia-sia', atau keinginan syarikat-syarikat insuran untuk mengurangkan dengan sebanyak yang mungkin
pembelanjaan wang ke atas pesakit-pesakit yang tidak dapat dirawat."
Kertas kerja itu mengatakan bahawa respons yang wajar untuk sakit bukannya bunuh diri, tetapi kawalan
sakit yang lebih baik atau pemberian lebih banyak ubat sakit. Kertas itu menegaskan bahawa
banyak doktor senjaga mengekalkan pesakit-pesakit dalam keadaan sakit dengan
enggan memberikan ubat sakit yang mencukupi atas berbagai-bagai alasan; ada
yang berbuat demikian kerana kejahilan, ada yang hendak mengelakkan ketagihan drug yang
mungkin, dan yang lain atas sikap ketabahan yang salah. Agama Yahudi Konservatif berpendapat
bahawa bentuk-bentuk pemikiran seumpama ini adalah "aneh" dan kejam
dan dengan adanya ubat-ubat masa kini, tidak terdapat sebarang alasan yang
munasabah bagi sesiapa untuk menderita seksa yang tidak henti-henti. Kertas
kerja itu kemudian menyelidikkan punca psikologi terhadap rasa putus asa
sesetengah pesakit dan menegaskan: "Pakar-pakar perubatan dan
orang-orang lain yang diminta untuk membantu dalam penamatan hayat harus
menyedari bahawa orang-orang yang berfikir-fikir hendak membunuh diri seringnya
hidup sendirian tanpa sesiapa yang menunjukkan sebarang minat terhadap
kewujudan mereka yang berterusan. Daripada membantu pesakit dalam bunuh diri,
respons yang wajar untuk keadaan-keadaan sebegini adalah untuk memberi pesakit
itu sekumpulan orang yang menegaskan secara jelas dan berulang kali minat
mereka terhadap kewujudan berterusan pesakit tersebut. Permintaan-permintaan
untuk mati harus dinilai dari segi tahap sokongan sosial yang diterima oleh
pesakit kerana permintaan-permintaan sebegini seringnya ditarik balik oleh
pesakit sebaik sahaja ada orang yang menunjukkan minat akan kewujudannya. Dalam
zaman individualisme serta rumah-rumah tangga yang berpecah belah dan
berselerak, dan di persekitaran antiseptik hospital-hospital yang
orang-orang hampir mati mendapati diri ditinggalkan, rukun mitzvah untuk
melawat pesakit-pesakit (bikkur Holim) menjadi lebih penting bagi
mengekalkan keinginan pesakit untuk terus hidup."
2.2.5
Agama Budhisme
Menurut agama Buddha,
perbuatan-perbuatan seseorang pada hayat terdahulu mempunyai pengaruh yang kuat
ke atas apa yang dialaminya pada hayat kini; perbuatan-perbuatan kini pula
mempengaruhi pengalaman-pengalaman masa depan, menurut doktrin karma. Perbuatan
sengaja akal, badan, atau pertuturan menghasilkan reaksi. Reaksi atau akibat
ialah sebab untuk keadaan dan perbezaan yang kita alami di dalam dunia. Agama
Buddha mengajar bahawa semua orang mengalami banyak kederitaan (dukkha) yang berasal terutamanya daripada
perbuatan-perbuatan negatif dahulu, atau hanya kerana kita masih di dalam samsara, iaitu kitaran kelahiran dan kematian. Lagi satu
alasan untuk kederitaan yang dialami manusia ialah ketakkekalan dan ilusi (maya). Oleh sebab setiap benda atau
perkara sentiasa dalam keadaan ketakkekalan atau fluks, manusia mengalami
ketakpuasan hati terhadap peristiwa-peristiwa yang tak tetap dan cepat berlalu dalam
kehidupan. Untuk melepaskan diri daripada samsara, seseorang hanya harus
menyedari sifat benarnya melalui makrifat detik kini; ini ialah Nirwana. Bagi penganut-penganut agama Buddha, ajaran pertama
ialah untuk menahan diri daripada tidak memusnahkan nyawa, termasuk nyawa sendiri. Bunuh diri dianggap
sebagai suatu bentuk tindakan yang negatif. Walaupun pandangan demikian, suatu
ideologi kuno Asia yang serupa
dengan seppuku (hara-kiri) terus mempengaruhi
penganut-penganut agama Buddha yang tertindas supaya memilih bunuh diri maruah. Contoh yang paling terkenal ialah
pembunuhan diri Thich Quang Duc melalui pengorbanan diri untuk membantah terhadap
kerajaan Ngo Dinh Diem. Juga pada zaman moden, sami-sami Tibet telah mempergunakan tanggapan ini untuk
memperbantahkan pendudukan Cina di Tibet, dan pencabulan hak asasi manusia
penduduk-penduduk Tibet oleh China. Sang Buddha bersabda: ’sungguh sulit untuk dapat
dilahirkan sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit
untuk dapat mendengarkan ajaran benar, begitu pula, sungguh sulit munculnya
seorang Buddha.’ (Dhammapada 182). Maka,
sungguh menyedihkan apabila kehidupan yang berharga ini hancur dengan cara yang
bodoh.
2.2.6
Agama Hinduisme
Dalam Hinduisme, membunuh
diri dianggap sebagai sama sahaja dosanya dengan membunuh orang lain. Kitab-kitab umumnya mengatakan bahawa kematian
melalui bunuh diri (dan sebarang kematian ganas) mengakibatkan seseorang
menjadi hantu.
Bagaimanapun, agama Hindu menganggap bahawa membunuh diri melalui puasa di bawah berbagai-bagai keadaan
yang tertentu dapat diterima. Amalan ini yang dikenali sebagai Sallekhana memerlukan terlalu banyak masa dan
daya fikiran sehingga tindakan tersebut tidak lagi merupakan suatu tindakan
mengikut gerak hati. Amalan tersebut juga memberikan masa untuk seseorang
menyelesaikan semua urusan duniawinya, berfikir-fikir tentang kehidupan, serta
mendekati diri dengan Tuhan. Badan manusia adalah perahu yang perkasa dalam
menyeberangi samudra material ini, Tuhan sebagai angina sepoi-sepoi untuk
mengantar kita ketempat tujuan, guru spiritual adalah nahodanya, dan kita sang
jiwa adalah penumpangnya, dan bila orang tidak memanfaatkan badan manusia
seperti itu, ia adalah pembunuh dirinya sendiri/ rohnya sendiri. (Srimad
Bhagavatam 11.20.17) Dalam ajaran kitab suci dijelaskan badan manusia adalah
badan yang terbaik diantara semua badan. Bahkan dikatakan The human body is the
best of the Temple. Mengapa demikian ? Karena Tuhan bersemayam dibadan kita,
sarvasya caham herdi sanivista (Bhg-gita 15.15 ). Tuhan dengan setia
mendampingi setiap mahluk hidup dalam pengembaraannya dialam material ini.
Beliau sebagai saksi dalam menemani sang jiwa, tetapi juga menjadi pembimbing
jika sang jiwa berserah diri kepadaNya (Bhg.-gita 4.11). Hanya dari badan
manusialah sang jiwa dapat kembali kealam Tuhan. Dengan demikian janganlah
disia-siakan kesempatan mendapat badan manusia ini, untuk kita dapat segera
pulang kerumah kita yang asli dialam Tuhan.
2.2.7
Agama Islam
Islam, serupa dengan agama-agama Nabi Ibrahim yang lain, memperlihatkan bunuh
diri sebagai suatu dosa yang amat menjejaskan perjalanan rohaniah seseorang.
Bagi mereka yang dahulu percaya, tetapi akhirnya menolak kepercayaan mereka
kepada Allah, hakikatnya
kelihatan jelas negatif. Sepatah ayat dalam bab keempat Al-Quran, An-Nisaa berkata: "Dan janganlah kamu bunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (4:29) Larangan
terhadap bunuh diri juga dicatat dalam kenyataan-kenyataan hadis yang tulen. Umpamanya, "Orang
yang mencekik dirinya sendiri hingga mati akan mencekiknya juga dalam neraka,
dan orang yang menikam dirinya juga akan menikam dirinya di dalam neraka dan
orang yang melemparkan dirinya dari tempat tinggi untuk membunuh diri, maka
akan selalu dia melemparkan dirinya di dalam neraka." [1]
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (An-Nisa’ : 29)
“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati
sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini
(Al Qur’an).” (QS. Al-Kahfi ; 6) Hadits
86. (Shahih Muslim) Dari Abu Hurairah ra, katanya Rasulullah saw.,
bersabda : “Siapa yang bunuh diri dengan senjata tajam, maka senjata itu
akan ditusuk-tusukannya sendiri dengan tangannya ke perutnya di neraka untuk
selama-lamanya; dan siapa yang bunuh diri dengan racun, maka dia akan
meminumnya pula sedikit demi sedikit nanti di neraka, untuk selama-lamanya; dan
siapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari gunung, maka dia akan
menjatuhkan dirinya pula nanti (berulang-ulang) ke neraka, untuk
selama-lamanya.” Hadits 87. (Shahih
Muslim) Dari Tsabit bin Dhahhak ra, dari Nabi saw., sabdanya :
“Tidak wajib bagi seseorang melaksanakan nazar apabila dia tidak sanggup
melaksanakannya.” “Mengutuk orang Mu’min sama halnya dengan membunuhnya.”
“Mengadakan tuduhan bohong atau sumpah palsu untuk menambah kekayaannya dengan
menguasai harta orang lain, maka Allah tidak akan menambah baginya, bahkan akan
mengurangi hartanya.” Hadits 88.
(Shahih Muslim) Dari Tsabit bin Dhahhak ra, katanya Nabi saw.,
sabdanya : “Siapa yang bersumpah menurut cara suatu agama selain Islam,
baik sumpahnya itu dusta maupun sengaja, maka orang itu akan mengalami
sumpahnya sendiri. “Siapa yang bunuh diri dengan suatu cara, Allah akan
menyiksanya di neraka jahanam dengan cara itu pula.” Hadits 89. (Shahih Muslim) Dari Abu Hurairah ra, katanya :
“Kami ikut perang bersama-sama Rasulullah saw., dalam perang Hunain. Rasulullah
saw., berkata kepada seorang laki-laki yang mengaku Islam, “Orang ini penghuni
neraka.” Ketika kami berperang, orang itu pun ikut berperang dengan gagah
berani, sehingga dia terluka. Maka dilaporkan orang hal itu kepada Rasulullah
saw., katanya “Orang yang tadi anda katakan penghuni neraka, ternyata dia
berperang dengan gagah berani dan sekarang dia tewas.” Jawab Nabi saw., “Dia ke
neraka.” Hampir saja sebahagian kaum muslimin menjadi ragu-ragu. Ketika mereka
sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba diterima berita bahwa dia belum mati,
tetapi luka parah. Apabila malam telah tiba, orang itu tidak sabar menahan
sakit karena lukanya itu. Lalu dia bunuh diri. Peristiwa itu dilaporkan orang
pula kepada Nabi saw. Nabi saw., bersabda, : “Kemudian beliau
memerintahkan Bilal supaya menyiarkan kepada orang banyak, bahwa tidak akan
dapat masuk surga melainkan orang muslim (orang yang tunduk patuh). Hadits 90. (Shahih Muslim) Dari
Syaiban ra., katanya dia mendengar Hasan ra, bercerita : “Masa dulu, ada
seorang laki-laki keluar bisul. Ketika ia tidak dapat lagi menahan sakit,
ditusuknya bisulnya itu dengan anak panah, menyebabkan darah banyak keluar
sehingga ia meninggal. Lalu Tuhanmu berfirman : Aku haramkan baginya
surga.” (Karena dia sengaja bunuh
diri.) Kemudian Hasan menunjuk ke masjid sambil berkata, “Demi Allah!
Jundab menyampaikan hadits itu kepadaku dari Rasulullah saw., di dalam masjid
ini.”
2.3
Motif Bunuh Diri
Bunuh diri (dalam bahasa Inggris: suicide; dalam budaya Jepang dikenal
istilah harakiri) adalah tindakan mengakhiri hidup sendiri tanpa
bantuan aktif orang lain. Alasan atau motif bunuh diri bermacam-macam, namun
biasanya didasari oleh rasa bersalah yang sangat besar, karena merasa gagal
untuk mencapai sesuatu harapan.
Pada dasarnya, segala
sesuatu itu memiliki hubungan sebab akibat (ini adalah sistematika). Dalam
hubungan sebab akibat ini akan menghasilkan suatu alasan atau sebab tindakan
yang disebut motif. Motif bunuh diri ada banyak macamnya.
Disini penyusun menggolongkan
dalam kategori sebab, misalkan :
1. Dilanda
keputusasaan dan depresi
2. Cobaan
hidup dan tekanan lingkungan.
3. Gangguan
kejiwaan / tidak waras (gila).
4. Himpitan
Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu).
5. Penderitaan
karena penyakit yang berkepanjangan.
Dalam ilmu sosiologi, ada tiga penyebab
bunuh diri dalam masyarakat, yaitu :
1. Egoistic
suicide (bunuh diri karena urusan pribadi),
2. Altruistic
suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain), dan
3. Anomic
suicide (bunuh diri karena masyarakat dalam kondisi kebingungan).
2.4 Tanda
Peringatan Bunuh Diri
Studi menunjukkan bahwa 4
dari 5 usaha bunuh diri remaja telah didahului oleh tanda-tanda peringatan yang
jelas, pastikan Anda tahu mereka. Jauhkan membaca untuk belajar apa tanda-tanda
peringatan bunuh diri remaja untuk mencari, termasuk tanda-tanda peringatan
atau indikasi dari rencana bunuh diri. Tanda
Peringatan Bunuh Diri Remaja
2.5
Remaja Menggunakan Alkohol
Alkohol
adalah obat yang paling umum digunakan di kalangan remaja. Sementara sebagian
besar remaja mengatakan mereka menyetujui minum berat, penyalahgunaan alkohol
remaja masih terjadi. Dan alkohol adalah salah satu faktor risiko yang terkait
dengan bunuh diri remaja. Jauhkan membaca untuk lebih lanjut tentang penggunaan
alkohol remaja, penyalahgunaan, dan ketergantungan. Remaja menggunakan Alkohol.
2.6
Pengobatan Untuk Remaja Bunuh Diri
Pengobatan
untuk bunuh diri remaja adalah mungkin untuk datang, jika Anda melihat di
tempat yang benar dan mengambil langkah yang tepat. Pelajari apa yang harus
dipertimbangkan ketika mencari pengobatan untuk remaja bunuh diri, apa yang
terlibat dalam pengobatan untuk remaja bunuh diri, dan pilihan untuk mengobati
seorang remaja bunuh diri. Pengobatan
untuk Remaja bunuh diri.
BAB III
KESEHATAN
JIWA REMAJA
Pembangunan Nasional pada
hakikatnya bertujuan untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan
masyarakat Indonesia dalam rangka mneningkatakan kualitas sumber daya manusia
guna mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin yang lebih selaras, adil dan
merata (GBHN,1997). Untuk mencapai tujuan tersebut, bangsa Indonesia telah
melakukan berbagai upaya yang salah satunya adalah upaya dalam pembangunan
kesehatan.
Upaya dalam pembangunan
kesehatan bertujuan agar tercapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dan
terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu sasaran
pembangunan kesehatan adalah mewujudkan generasi muda yang sehat sebagai sumber
daya manusia yang produktif dan mampu berperan serta secara aktif dalam
Pembangunan Nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut adalah
dengan meningkatkan kualitas non-fisik yang meliputi segi intelektual,
emosional, dan psikososial pada kesehatan remaja (Depkes RI, 2001).
Selama ini perhatian
masyarakat hanya tertuju pada upaya peningkatan fisik dan kurang memperhatikan
non-fisik, yang juga merupakan faktor penentu dalam keberhasilan seorang remaja
di kemudian hari. Faktor mental emosional yang tidak diperhatikan menyebabkan
seorang remaja hanya sehat fisiknya, namun secara psikologis rentan terhadap
stes dan tekanan hidup. Remaja yang demikian akan mudah mengalami masalah
mental emosional dan perilaku, sepeti kesulitan pelajar, kecemasan, kenakalan
remaja, dan ketergantungan NAPZA.
Masa remaja merupakan masa
peralihan dari masa anak-anak ke dewasa. Oleh karena itu disebut juga sebagai
masa pancaroba yang penuh gejolak dan keadaan yang tidak menentu (Santrok,
1993). Hal ini terjadi karena di satu pihak remaja di anggap sudah bukan
anak-anak lagi, tetapi di lain pihak remaja dianggap belum dewasa. Hal ini
menyebabkan remaja mengalami krisis identitas.
Agar dapat meningkatkan
lingkungan yang kondusif untuk perkembangan jiwa remaja, maka orang tua dan
masyarakat perlu meningkatkan pengetahuannya tentang masalah kesehatan remaja,
sehingga akan tercipta sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan berkualitas, sehat fisik,
mental, serta sosial, dan mempunyai kepribadian yang tangguh dan bermoral
tinggi (Depkes RI, 2001).
Dalam bab ini akan dibahas
tentang pengertian kesehatan jiwa remaja, perkembangan sosial remaja dan cara
mefasilitasinya, pengaruh lingkungan terhadap perkembangan remaja, masalah
kesehatan dan gangguan jiwa remaja berikut penanggulangannya, serta konseling
kesehatan remaja.
3.1 Pengertian Kesehatan Jiwa Remaja
3.1.1 Kesehatan
Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari fisik, mental, dan sosial dan ekonomi (UU No. 23 Tahun
1992 Tentang Kesehatan). Sedangkan menurut WHO (2005), kesehatan adalah suatu
keadaan sejahtera fisik, mental, sosial yang lengkap, dan bukan hanya bebas
dari penyakit atau kecacatan. Dari dua definisi di atas, dapat di ambil
kesimpulan bahwa untuk dikatakan sehat, seorang harus berada pada suatu kondisi
fisik, mental, dan sosial yang bebas dari gangguan, seperi penyakit atau
perasaan tertekan yang memungkinkan orang tersebut untuk hidup produktif dan
mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari serta berhubungan sosial secara
nyaman dan berkualitas.
Atas
dasar definisi kesehatan tersebut, maka manusia selalu dilihat sebagai satu
kekuatan yang utuh yang terdiri dari unsur fisik (organobiologik), menta
(psikoedukatif), sosial (sosiokultural) yang tidak hanya dititik beratkan pada penyakitnya, tetapi pada kualitas hidup
(quality of life), yang terdiri dari kesejahteraan (wellbing), dan
produktivitas sosial ekonomi (productivity).
3.1.2 Kesehatan
Jiwa
Kesehatan jiwa
adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan, atau bagian integral
dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia
yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU NO. 23 Tahun 1966 tentang kesehatan jiwa
di definisikan sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu
berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain.
Berikut
ini adalah seseorang yang dikatakan sehat jiwa adalah sebagai berikut (Depkes
2003) yaitu :
1.
Merasa nyaman terhadap dirinya
a.
Mampu menghadapi berbagai perasaan, seperti rasa
marah, takut, cemas, rasa bersalah, iri rasa senang, dan lain sebagainya.
b.
Mampu mengatasi kekecewaan dalam kehidupan.
c.
Mempunyai harga diri yang wajar.
d.
Menilai dirinya secara nyata, tidak merendahkan dan
tidak pula berlebihan.
2.
Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain
a.
Mampu mencintai dan menerima cinta dari orang lain.
b.
Mempunyai huubungan pribadi yang tetap.
c.
Mampu memercayai orang lain.
d.
Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda.
e.
Merasa bagian dari kelompok.
f.
Tidak mengakali orang lain dan tidak membiarkan
dirinya di akali oleh orang lain.
3.
Mampu memenuhi kebutuhan hidup
a.
Menetapkan tujuan hidup yang nyata untuk dirinya.
b.
Mampu mengambil keputusan.
c.
Menerima tanggung jawab.
d.
Merancang masa depan.
e.
Menerima ide dan pengalaman baru.
f.
Merasa puas dengan pekerjaannya.
3.2
Remaja dan Batasannya
Remaja di definisikan sebagai
periode transisi perkembangan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang mencakup
aspek biologi, kognitif, dan perubahan sosial yang berlansung antara usia 10-19
tahun (Santrock, 1993). Msa remaja terdiri dari masa remaja awal (10-14 tahun),
masa remaja pertengahan (14-17 tahun), dan masa remaja akhir (17-19 tahun). Yang dimaksud dengan remaja awal
(early adolescence) adalah masa yang ditandai dengan berbagai perubahan tubuh
yang cepat, sering mengakibatkan kesulitan dalam menyesuaikan diri, pada saat
ini remaja mulai mencari identitas diri atau jati diri. Remaja menengah (middle
adolescence) di tandai dengan bentuk tubuh yang menyerupai orang dewasa,
meskipun belum siap secara psikologi. Pada masa ini sering terjadi konflik, karena
remaja sudah mulai ingin bebas mengikuti teman sebaya yang erat kaitannya
dengan pencarian identitas, sedangkan di lain pihak mereka masih tergantung
dengan orang tua. Remaja akhir (late adolescence) di tandai dengan pertumbuhan
biologis yang sudah melambat, tetapi masih berlangsung di tempat-tempat lain.
Emosi, minat, konsentrasi, dan cara berpikir remaja akhir mulai stabil. Dan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah sudah mulai meningkat.
3.3
Karakteristik Masa Remaja
Karakteristik perkembangan
yang normal terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya
mencapai identitas diri, antara lain : dengan menilai diri sendiri secara
objektif dan merencanakan untuk mengakatulisasikan kemampuannya. Dengan
demikian, pada fase ini, seorang remaja akan :
1.
Menilai identitas pribadi,
2.
Meningkatkan minat pada lawan jenis,
3.
Menggabungkan perubahan seks sekunder ke dalam citra
tubuh,
4.
Memulai perumusan tujuaan okupasional,
5.
Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga.
Hurlock (1994) mengemukakan berbagai
ciri remaja sebagai berikut :
a.
Masa remaja adalah peralihan.
Yaitu peralihan dari satu tahap
perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan
lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Masa ini merupakan masa yang
sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup
dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang sesuai dengan
yang diinginkannya.
b.
Masa remaja adalah masa terjadi perubahan.
Sejak
awal remaja, perubahan fifik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap
juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu
perubahan emosi, peran, minat, pola perilaku, ( perubahan sikap menjadi
ambivalen ).
c.
Masa remaja adalah masa yang penuh masalah.
Masalah
remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi karena
remaja belum terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan
orang lain. Akibatnya, terkadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan
yang diharapkan.
d.
Masa remaja adalah masa mencari identitas.
Identitas diri yang dicari remaja
adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran dirinya di masyaarakat.
Remaja tidak puas dirinya sama dengan kebanyakan orang, ia ingin memperlihatkan
dirina sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan
dirinya terhadap kelompok sebaya.
e.
Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan.
Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja
adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercayai, cenderung berperilaku
merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi
kehidupan orang remaja. Stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa
menjadi sulit, karena orang tua yang memiliki pandangan seperti ini akan selalu
mencurigai remaja, sehingga menimbulkan pertentangan dan membuat jarak antara
orang tua dengan remaja.
f.
Masa remaja sebagai masa yang tidak realitas.
Remaja
cenderung memandang kehidupan melalui kaca matanya sendiri, baik dalam melihat
dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa adanya, tetapi
menginginkan sebagaimana yang ia harapkan.
g.
Masa remaja adalah ambang masa dewasa.
Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang
semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan sebagai seseorang yang
hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada perilaku yang di hubungkan
dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.
3.4
Perkembangan Psikososial Remaja
Depkes
RI (2001) menyatakan bahwa perkembangan psikososial remaja dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu perkembangan psikososial remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan
(15-16 tahun), dan remaja akhir (17-19 tahun). Berikut ini akan di jelaskan
tentang ciri-ciri pada setiap tahap perkembangan, dampaknya terhadap remaja,
dan efeknya terhadap orang tua.
Perkembangan
Psikososial Remaja Awal (10-14 tahun)
No.
|
Tahap
Perkembangan
|
Dampak terhadap Remaja
|
Efek terhadap Orang Tua
|
1.
|
Cemas
terhadap penampilan badan atau fisik.
|
Kesadaran
diri (self consciousness) meningkat.
|
Orang tua mungkin menganggap
anaknya terfokus pada dirinya.
|
2.
|
Perubahan
hormonal
|
Pemarah,
anak laki-laki yang tadinya baik dapat menjadi lebih agresif, mungkin timbul
jerawat (baik pada remaja laki-laki maupun perempuan).
|
Orang tua mugkin menemukan
kesulitan dalam berhubungan dengan remaja.
|
3.
|
Menyatakan
kebebasan dan merasa sebagai seorang individu, tidak hanya sebagai seorang
anggota keluarga.
|
Bereksperimen
dengan cara berpakaian, berbicara, dan cara penampilan diri, sebagai suatu
usaha untuk mandapatkan identitas baru
|
Orang tua
merasa ditolakdan sulit menerima keinginan anak yang berbeda dari mereka
|
4.
|
Perilaku memberontak dan melawan.
|
Kasar dan
menuntut kebebasan
|
Bila ingin
mempertahankan hubungan baik, orang tua perlu menangani anak secara
hati-hati. Orang tua merasa tidak mudah membuat keseimbangan antara permisif dan
overprotective.
|
5.
|
Kawan
menjadi lebih penting
|
Ingin
tampak sama dengan teman, yaitu dalam cara berpakaian, gaya rambut,
mendengarkan musik, dan lainnya.
|
Orang tua
mungkin terganggu oleh tuntutan finansial dan gaya hidup anak.
|
Perkembangan
Psikososial Remaja Pertengahan (15-16 tahun)
No.
|
Tahap
Perkembangan
|
Dampak terhadap Remaja
|
Efek terhadap Orang Tua
|
1.
|
Lebih
mampu untuk berkompromi
|
Lebih
tenang, lebih sabar, lebih toleransi, dan dapat menerima pendapat orang lain
meskipun berbeda dengan pendapatnya sendiri
|
Orang tua
secara bertahap merasakan semakin mudah berhubungan dengan anaknya.
|
2.
|
Belajar
berpikir secara independen dan membuat keputusan sendiri
|
Menolak
campur tangan orang tua untuk mengendalikannya. Kurang dapat dipengaruhi dan
teman tidak lagi berpengaruh besar.
|
Orang tua
harus belajar untuk memberikan kepercayaan kepada anak dan tidak terlalu
mengendalikannya.
|
3.
|
Terus
menerus bereksperimen untuk mendapatkan citra diri yang dirasakan nyaman bagi
mereka.
|
Baju, gaya
rambut, sikap, dan pendapat mereka sering berubah-ubah.
|
Orang tua
mungkin menggapi sikap remaja secara serius dan khawatir akan jadi menetap.
|
4.
|
Merasa
perlu mengumpulkan pengalaman baru, dan mengujinya walaupun beresiko.
|
Mulai
bereksperimen dengan rokok, alkohol, dan kadang-kadang NAPZA.
|
Cemas
terhadap risiko ini, sehingga orang tua cenderung membatasi dan menetapkan aturan.
|
5.
|
Tidak lagi
berfokus pada diri sendiri.
|
Lebih
bersosialisasi dan tidak lagi pemalu.
|
Orang tua
melihat bahwa remaja siap untuk membina hubungan dekat.
|
Perkembangan
Psikososial Remaja Akhir (17-19 tahun)
No.
|
Tahap
Perkembangan
|
Dampak terhadap Remaja
|
Efek terhadap Orang Tua
|
1.
|
Ideal.
|
Cenderung
menggeluti masalah sosial/politik. Dapat pula menggeluti nilai-nilai
keagamaan dan bahkan pindah agama.
|
Orang tua
menjadi tegang dan stres karena penolakan anak terhadap agama dan kepercayaan
sendiri.
|
2.
|
Terlibat
dalam kehidupan pekerjaan dan hubungan di luar keluarga.
|
Mulai
belajar mengatasi stres yang dihadapinya, mungkin lebih senang pergi dengan
teman dari pada berlibur dengan keluarganya.
|
Keinginan
orang tua untuk melindungi anaknya dapat menimbulkan bentrokan.
|
3.
|
Harus
mampu belajar untuk mencpai kemandirian, baik dalam bidang finansial maupun
emosional.
|
Kecemasan
dan ketidakpastian masa depan dapat merusak harga diri dan keyakinan diri.
|
Orang tua
mungkin masih memberikan dukungan finansial terhadap remaja yang secara
emosional tidak lagi tergantung kepada mereka. Hal ini dapat membuat hubungan
menjadi lebih mudah.
|
4.
|
Lebih
mampu membuat hubugan dengan lawan jenis yang lebih stabil.
|
Mempunyai
pasangan yang lebih serius dan banyak menghabiskan waktunya dengan mereka.
|
Orang tua
cenderung cemas terhadap hubungan yang terlalu serius dan terlalu dini.
Mereka takut sekolah dan pekerjaan terabaikan.
|
5.
|
Mereka
sebagai orang dewasa yang setara dengan keluarga anggota lainnya.
|
Cenderung
merasa pengalamannya berbeda dengan orang tuanya.
|
Orang tua
mungkin berkecil hati menghadpi keadaan ini
|
3.5
Cara Memfasilitasi Perkembangan Remaja
Cara
memfasilitasi perkembangan remaja dapat dilakukan oleh remaja itu sendiri, dan
oleh orang tua atau keluarganya.
Cara – cara yang dilakukan
remaja
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk
memfasilitasi perkembangan remaja adalah
sebagai berikut :
1.
Diskusikan dengan remaja mengenai ciri-ciri
perkembangan psikososial remaja yang normal dan menyimpang.
2.
Diskusikan cara-cara untuk mencapai perkembangan
psikososial yang normal, yaitu :
a.
Anjurkan remaja untuk berinteraksi dengan orang lain
yang membuat mereka nyaman untuk mencurahkan perasaan, perhatian, dan
kekhawatiran.
b.
Anjurkan remaja untuk mengikuti organisasi yang mempunyai
kegitan positif (olahraga, kesenian, pramuka, dan lain sebagainya).
c.
Anjurkan remaja untuk melakukan kegiatan dirumah
sesuai dengan perannya.
3.
Bimbing dan motivasi remaja dalam membuat rencana
kegiatan dan melaksanakan rencana yang telah di buatnya.
4.
Jika remaja mengalami penyimpangan perkembangan,
misalnya bingung peran, maka :
a.
Diskusikan aspek positif atau kelebihan yang dimiliki
remaja.
b.
Bantu remaja
mengidentifikasi berbagai peran yang dapat ditampilkan remaja dalam
kehidupannya.
c.
Diskusikan penampilan peran yang terbaik untuk remaja.
d.
Bantu remaja untuk mengidentifikasi perannya di
keluarga.
Cara-cara
yang dilakukan oleh orang tua
Cara-cara yang dilakukan oleh orang
tua atau keluarga dalam rangka memfasilitasi perkembangan remaja adalah sebagai
berikut :
1.
Jelaskan tentang ciri-ciri perkembangan yang normal
dan menyimpang.
2.
Jelaskan cara yang dapat dilakukan orang tua atau
keluarga untuk memfasilitasi perkembangan remaja yang normal, dengan cara :
a.
Fasilitasi remaja untuk berinteraksi dalam kelompok
sebaya
b.
Anjurkan remaja untuk bergaul dengan orang lain yang
membuat remaja nyaman mencurahkan perasaan, perhatian, dan kekhawatiran.
c.
Berperan sebagai teman berbagi cerita bagi remaja.
d.
Berperan sebagai contoh peran (role model) bagi remaja
dalam melakukan interaksi sosial yang baik.
e.
Anjurkan remaja untuk mengikuti organisasi yang mempunyai kegiatan positif.
f.
Berikan lingkungan yang nyaman bagi remaja untuk
melakukan aktivitas bersama kelompoknya.
g.
Membimbing remaja dalam menentukan rencana masa depannya.
3.6
Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Jiwa Remaja
Perilaku
remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan. Di satu pihak, remaja
mempunyai keinginan kuat untuk mengadakan interaksi sosial dalam upaya
mendapatkan kepercayaan dari lingkungan, sedangkan di pihak lain ia mulai
memikirkan kehidupan secara mandiri serta terlepas dari pengawasan orang tua
serta sekolah. Salah satu bagian perkembangan masa remaja yang tersulit adalah
penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan
lawan jenis dalam hubungan interpesonal yang awalnya belum pernah ada, juga
harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan
sekolah. Untuk mencapai hubungan pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat
banyak penyusunan baru. Ia harus mempertimbangkan pengaruh kelompok sebaya,
perubahan dalam perilaku sosial, membentuk kelompok sosial baru, nilai-nilai
baru dalam memilih teman.
3.6.1
Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama bagi perkembangan anak. Usia 4-5 tahun di anggap sebagai titik awal
proses identifikasi diri menurut jenis kelamin, sehingga peran ibu dan ayah atau
orang tua pengganti (nenek, kakek, dan orang dewasa lainnya) sangat besar.
Apabila proses identifikasi ini tidak berjalan dengan lancar, maka dapat timbul
proses identifikasi yang salah. Lingkungan keluarga yang dapat berpengaruh
adalah sebagai berikut :
a.
Pola asuh keluarga
Proses
sosialisasi sangat di pengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga, di antaranya
sebagai berikut :
1.
Sikap orang tua yang otoriter.
2.
Sikap oorang tua yang premisif.
3.
Sikap orang tua yang selalu membandingkan anak-anaknya.
4.
Sikap orang tua yang terlalu berambisi dan terlalu
menuntut anak-anaknya.
5.
Orang tua yang demokratis.
b.
Kondisi keluaga
Hubungan orang tua yang harmonis akan
menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian
anak. Sebaliknya orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi
dalam keluarga dan anak akan melarikan diri dari keluarga. Keluarga yang tidak
lengkap, misalnya karena penceraian dan kematian, atau keluarga dengan keadaan
ekonomi yang kurang, dapat memengaruhi perkembagan jiwa remaja.
Pendidikan moral dalam keluarga adalah
upaya menanamkan nilai-nilai akhlak atau budi pekerti kepada anak dirumah.
Pengertian budi pekerti mengandung nilai-nilai berikut.
1.
Keagamaan
Pendidikan agama diharapkan dapat
menumbuhkan sikap anak yang mampu menjauhi hal-hal yang dilarang dan
melaksanakan perintah yang dianjurkan.
2.
Kesusilaan
Meliputi nilai-nilai yang berkaitan dengan
orang lain, misalnya sopan santun, kerja sama, tenggang rasa, saling
menghayati, saling menghormati, menghargai orang lain, dan sebagainya.
3.
Kepribadian
Memiliki nilai-nilai dalam kaitan
pengembangan diri, misalnya keberanian, rasa malu, kejujuran, kemandirian dan
sebagainya.
3.6.2
Lingkungan sekolah
Pengaruh juaga cukup kuat dalam
perkembangan remaja adalah lingkungan sekolah. Umumnya orang tua menaruh
harapan yang besar pada pendidikan sekolah. Oleh karena itu, dalam memilih
sekolah orang tua perlu mempertimbangkanlingkungan suasana sekolah. Suasana
sekolah yang sangat berpengaruh pada jiwa remaja adalah kedisiplinan, kebiasaan
belajar, pengendalian diri, dan bimbingan guru.
3.6.3
Lingkungan teman sebaya
Di dalam kelompok sebaya, remaja berusaha
menemukan konsep dirinya. Disini ia di nilai oleh teman sebayanya tanpa
memedulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan,
yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi di mana nilai yang
berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman
seusianya. Inilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila
nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah negatif. Akan lebih
berbahaya apabila kelompok sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap
anggota tidak dapat terlepas dari kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang
dikembangkan oleh pimpinan kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya
hidupnya, merupakan gaya hidup dan perilaku kelompoknya.
3.6.4
Lingkungan masyarakat
Dalam
kehidupannya, manusia di bimbing oleh nilai-nilai pandangan mengenai apa yang
baik dan apa yang buruk. Nilai yang baik harus diikuti daan nilai yang buruk
harus di hindari. Sesuai dengan aspek rohaniah dan jasmaniah yang ada pada
manusia, maka manusia dibimbing oleh pasangan nilai materi dan non-materi.
Apabila manusia ingin hidup secara damai dalam masyarakat, maka sebaiknya kedua
nilai yang merupakan pasangan tadi di serasikan. Namun, kenyataan dewasa ini
menunjukan bahwa nilai materi mendapat tekanan lebih besar dari pada nilai
non-materi atau spiritual.
3.7
Kenakalan Remaja
3.7.1
Pengertian kenakalan remaja
Kenakalan remaja adalah perilaku yang
melampaui batas toleransi orang lain dan lingkungannya. Tindakan ini dapat
merupakan perbuatan yang melanggar hak azasi manusia, bahkan sampai melanggar
hukum. Pada dasarnya, kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku
remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat.
Kartini Kartono (1998) menyatakan bahwa remaja yang nakal itu disebut sebagai
anak cacat sosial dan mental, yang di sebabkan oleh pengaruh sosial yang ada
dimasyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu
kelainan yang di sebut “kenakalan”. Jadi kelainan remaja dapat di definisikan
sebagai kelaianan tingkah laku atau tindakan remaja yang bersifat antisosial,
melanggar norma sosial, agama, serta ketentuan hukum yang berlaku dalam
masyarakat.
Menurut
Gunarsa (1988), dari segi hukum, kenakalan remaja dapat digolongkan dalam dua
kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum, yaitu :
1.
Kenakalan bersifat amoral dan asosial yang tidak di
atur dalam undang-undang, sehingga tidak dapat atau sulit di golongkan sebagai
pelanggaran hukum.
2.
Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan
penyelesaian sesuai dengan undang-undang, dan hukum yang berlaku sama dengan
perbuatan hukum bila dilakukan pada orang dewasa.
Sedangkan
berdasarkan bentuknya, Sunarwiayati (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga
tingkatan yaitu :
a.
Kenakalan biasa, seperti suka kelahi, membolos
sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit, dan berkelahi dengan teman.
b.
Kenakalan remaja menjurus pada pelanggaran dan
kejahatan, seperti mengendarai mobil tan SIM, mengambil barang orang tua tanpa
izin, mencuri, dan kebut-kebutan.
c.
Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan obat,
hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan, kasus pembunuhan, dan menggugurkan
kandungan.
3.7.2
Penyebab kenakalan remaja
Terganggunya
daya penyesuaian sosial remaja, disebabkan oleh beberapa faktor yang saling
berinteraksi, yaitu sebagai berikut :
1.
Faktor genetik atau biologi, misalnya :
·
Gangguan tingkah laku tak berkelompok yang sudah mulai
terlihat pada masa kanak-kanak dan semakin parah dengan bertambahnya usia,
antara lain terlihat pada sikap kejam terhadap binatang, suka bermain api, dan
sebagainya.
·
Keperibadian organik berupa perilaku impulsif, mudah
marah dan tak berpikir panjang yang terjadi sesudah kerusakan permanen pada
otak.
·
Gangguan pemusatan perhatian dengan
hiperaktivitas, yaitu gangguan yang
diakibatkan kerusakan minimal pada otak.
2.
Faktor pola asuh orang tua yang tidak sesuai dengan
kebutuhan perkembangan anak, misalnya orang tua yang premisif, otoriter, dan
acuh tak acuh.
3.
Faktor psikososial, misalnya :
·
Rasa rendah diri, rasa tidak nyaman, dan rasa takut
yang dikompensasi dengan berperilaku risiko tinggi.
·
Pembentukan identitas diri yang kurang mantap dan
keinginan mencoba batas kemampuannya, menyebabkan berani atau nekat.
·
Proses identifikasi remaja terhadap tindak kekerasan.
·
Penanaman nilai yang salah, yaitu orang atau kelompok
yang berbeda, misalnya seragam sekolah, etnik, dan agama dianggap musuh.
·
Pengaruh media massa (majalah, film, TV) dapat
memberikan contoh yang tidak baik bagi remaja.
3.7.3
Penatalaksanaan kenakalan remaja
Sebelum menyelesaikan masalah, perlu
dilakukan penilaian secara cermat terkait faktor yang melatarbelakangi
terjadinya kenakalan remaja (aspek biologi, psikologi, dan sosial) dan beratnya
stresor yang dihadapi remaja. Penyelesaiannya tidak mudah karena masalah ini
sangat kompleks.
Program konseling bagi remaja, orang
tua, dan keluarga sangat penting agar mereka menyadari bahwa remaja dalam
perkembangannya membutuhkan dukungan. Orang tua dapat berfungsi sebagai
penyangga di saat reemaja yang mengalami krisis, baik dari dalam dirinya
ataupun karena faktor luar. Salah satu caranya adalah penekanan tentang
pentingnya komunikasi dua arah yang terbuka dan mengubah interaksi sehingga
keluarga dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih sehat. Konseling
bagi remaja diperlukan agar mereka mampu mengembangkan identitas diri dan
menyesuaikan dengan lingkungan secara sehat.
3.8
Konseling Kesehatan Remaja
3.8.1
Pengertian konseling
Konseling adalah suatu proses yang
terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorag yang mengalami kesulitan dengan
seseorang profesional yang praktik dan pengalamannya mungkin dapat dipergunakan
untuk membantu yang lain guna memecahkan persoalan pribadinya (Smith, 1995
dalam Gunarsa, 1996). Sementara itu, Bernard and Fullmer (1977) mengemukakan
bahwa konseling adalah usaha untuk mengubah pandangan seseorang terhadap diri
sendiri, orang lain, atau lingkungan fisik, dan sebagai akibatnya seseorang di
bantu untuk mencapai identitas sebagai pribadi dan menentukan langkah-langkah untuk
memupuk perasaan berharga, berarti, dan bertanggung jawab. Dalam arti yang
sederhana, konseling dapat diartikan sebagai hubungan yang saling membantu
antara dua orang, yaitu konselor dan klien (Depkes, 1997). Selain itu
disebutkan bahwa konseling adalah kegiatan tatap muka, yang diselenggarakan
secara sengaja, melibatkan dua pihak, yaitu konselor dan klien (Depkes, 2001).
Konselor dan
klien membuat keputusan dalam hal-hal seperti berikut :
1.
Bekerja sama dalam rangka membantub klien agar dapat
menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa dari aspek kehidupan.
2.
Melakukan komunikasi yang baik untuk mengulangi
masalah-masalah klien yang ada.
3.
Menyediakan keahlian, pengetahuan, dan akses pada
sumber-sumber perilaku yang akan membantu klien mengatasi masalah kehidupan
yang menyebabkan kekhawatiran, mengurangi kekhawatiran, dan menyelesaikannya.
4.
Menawarkan akses dan dukungan secara kontinu.
3.8.2
Konselor remaja
Konselor
sekolah menempati posisi yang strategis dalam upaya pembinaan remaja, baik
untuk tujuan preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Kualitas yang harus
dimiliki konselor remaja adalah sebagai berikut :
a.
Berkeinginan untuk belajar dari dan melalui
pengalaman.
b.
Kemampuan untuk menerima orang lain.
c.
Kemampuan untuk mendengarkan.