Kamis, 19 Januari 2012


BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
          Setiap makhluk hidup, termasuk manusia akan mengalami siklus kehidupan yang di mulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan berbagai permasalahan, dan diakhiri dengan kematian. Dari berbagai siklus kehidupan di atas, kematian merupakan salah satu yang mengandung misteri yang sangat besar. Proses pembuahan yang rumit mulai dapat dikenali dan dipelajari, bahkan akhir-akhir ini dapat dilakukan proses pembuahan buatan, yang meniru proses alamiah, dan terjadilan inseminasi buatan, yang tidak menimbulkan masalah etika pada dunia hewan, tetapi menjadi sangat kompleks dalam dunia manusia. Cloning merupakan proses pembuahan buatan yang menimbulkan kontradiksi yang sangat kompleks.
          Berbagai macam penyulit dalam kurun waktu kehidupan di dunia dalam benttuk berbagai penyakit juga dapat di kenali satu demi satu, dan sebagian besar penyakit infeksi sudah dapat di sembuhkan, sebagian penyakit noninfeksipun sudah dapat dikendalikan walaupun belum dapat disembuhkan.
          Semua upaya di atas, yang dikerjakan oleh manusia mempunyai hakekat untuk memperoleh jalan keluar dalam mengatasi kesulitan ataupun dalam proses  pembuatan, kelahiran dan kehidupan itu sendiri yang akhirnya adalah menunda proses akhir dari seluruh rangkaian kehidupan di dunia, yaitu kematian.


          Sampai saat ini kematian merupakan misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasil menguaknya. Satu-satunya jawaban hanya tersedia di dalam ajaran agama. Kematian sebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini, dan ini merupakan hak dari Tuhan. Tidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannya, termasuk mempercepat kematinnya.
1.2         Rumusan Masalah
          Dalam makalah ini di tulis untuk dapat mengetahui yaitu sebagai berikut :
a.       Pengertian bunuh diri
b.      Pandangan agama tentang bunuh diri
c.       Motif bunuh diri
d.      Tanda peringatan bunuh diri
e.       Remaja menggunakan alkohol
f.       Pengobatan untuk remaja bunuh diri
g.      Pengertian kesehatan jiwa remaja
h.      Remaja dan batasannya
i.        Karakteristik masa remaja
j.        Perkembangan psikososial remaja
k.      Cara memfasilitasi perkembangan remaja
l.        Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan jiwa remaja
m.    Kenakalan remaja
n.      Konseling kesehatan remaja


1.3         Tujuan Penulisan
          Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa dan mahasiswi mengetahui, memahami dan dapat mengidentifikasi arti dan makna dari bunuh diri dan dapat memahami kesehatan jiwa remaja secara di luar dan didalam perilaku dan sikap atau sifat remaja jaman sekarang. Serta untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin yang lebih selaras adil, dan merata.
1.4         Metode Penulisan
          Makalah ini di buat berdasarkan studi kepustakaan dan buku-buku penunjang lainnya yang barbasis sesuai dengan kurikulum yang ada, dan dari sumber informasi media massa seperti internet (google).  












          BAB II
PEMBAHASAN
BUNUH DIRI
2.1     Pengertian
                   Bunuh diri adalah tindakan mencabut nyawa diri sendiri dengan menggunakan segala macam cara. Biasanya pelaku bunuh diri di landa keputusan dan depresi karena cobaan hidup dan tekanan lingkungan. Ada pula yang bunuh diri karena kekurangsehatan akal alias tidak waras. Beberapa agama melarang dan mengutuk tindakan bunuh diri.
                                     
                   Apa sesungguhnya pemicu keinginan mengakhiri hidup sendiri itu? Ternyata semua kasus “horor” tersebut dilandasi pada mood atau suasana hati seseorang. Dr. Ghanshym Pandey beserta timnya dari Universitas of Illionois, Chicago, menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri. Teman yang dipublikasikan di jurnal Archives of Geeneral Psychiatry menyatakan bahwa PKC merupakan komponen yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti depresi di masa lalu.
                   Pandey dan timnya sangat tertarik untuk mengetahui kaitan lain antara PKC dengan kasus bunuh diri dikalangan remaja belasan tahun. Dari 17 remaja yang meninggal akibat bunuh diri, sembilan di antaranya memiliki sejarah gangguan mental.
                   Delapan yang lain tidak mempunyai dengan gangguan psikis namun dua di antaranya mempunyai sejarah kecanduan alkohol dan obat terlarang. Aktivitas PKC pada otak para remaja tersebut jumlahnya sangat kecil di banding dengan remaja yang meninggal bukan karena bunuh diri. Dari sini disimpulkan bahwa kondisi abnormal PKC bisa menjelaskan mengapa sebagian remaja memiliki keinginan bunuh diri.
2.2     Pandangan Agama Tentang Bunuh Diri
                   Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya. Kejadian bunuh diri akhir-akhir ini perlu kita sadari disebabkan sulitnya seseorang untuk menerima apa yang telah terjadi dan putus asa karena masalah yang dibebannya, penyebab bunuh diri menurut pandangan saya, karena seseorang yang mempunyai niat bunuh diri tidak mempunyai solusi lagi atas masalah yang dialami dan tidak ada tempat berkeluh kesah untuk mendapat solusi tentang masalahnya. ” percayalah saudara bahwa sesungguhnya kematian itu memang akan datang dan menjemput kita dan janganlah kita yang mencoba menjemput suatu kematian karena merupakan dosa besar .“
                  

          Berikut ini pandangan bunuh diri menurut agama :
          2.2.1  Agama Kristiani Awal
                            Agama Kristian Awal tertarik kepada kesyahidan yang merupakan suatu tindakan yang dibenarkan oleh agama mereka. Kematian Jesus juga dianggap sebagai sejenis bunuh diri oleh sesetengah orang, umpamanya Tertullian. Adanya tujuh kes bunuh diri dalam Wasiat Lama. Dalam kitab Matthew 27:3, pembunuhan diri Judas Iscariot yang mengkhianati Jesus mungkin merupakan suatu tanda sesal atau sekurang-kurangnya suatu pengakuan kebersalahannya. Kumpulan penyokong bunuh diri yang paling terkenal ialah kumpulan Donatis yang mempercayai bahawa melalui membunuh diri, mereka boleh mencapai kesyahidan dan naik ke syurga. Mereka melompat dari cenuram, membakar diri dalam bilangan-bilangan besar, serta menghentikan pengembara-pengembara dan menawarkan wang atau mengugut mereka dengan kematian untuk menggalakkan mereka membunuh orang yang dikatakan syahid Donatis. Mereka itu akhirnya diisytiharkan sebagai pembidaah. Bagaimanapun ketika agama Kristian menjadi agama utama Empayar Rom, pandangan-pandangannya terhadap bunuh diri beransur-ansur berubah. Pada abad ke-5, St. Augustine menulis sebuah buku yang berjudul Kota Tuhan (The City of God) dan di dalamnya, beliau membuat kutukan pertama dalam agama Kristian terhadap bunuh diri. Justifikasi untuk kutukannya ialah tafsiran baru bagi rukun, "Jangan membunuh", dengan alasan-alasannya yang lain berasaskan "Phaedra" oleh Plato. Walaupun ini hanya merupakan tentangan kemanusiaan, sesetengah orang Kristian kesudahannya menindas orang-orang yang membunuh diri, menghina mayat-mayat mereka (dengan kekadangnya mengebumikan mayat mereka di simpang jalan dengan sebatang pancang menembusi mayat mereka), memfitnah mereka, serta menyeksa keluarga-keluarga mereka. Pada abad ke-6, bunuh diri menjadi suatu dosa keagamaan serta jenayah sekular dan pada tahun 533, sesiapa yang membunuh diri kerana dituduh melakukan jenayah tidak dibenarkan upacara pengebumian Kristian yang merupakan keperluan untuk naik ke syurga. Kemudian pada tahun 693, sebarang percubaan untuk membunuh diri juga menjadi jenayah gereja yang dihukum dengan pengucilan, diikuti oleh tindakan-tindakan sivil. Banyak orang Kristian mempercayai tentang kesucian nyawa manusia, suatu prinsip yang secara umum mengatakan bahawa semua nyawa manusia adalah suci suatu ciptaan Tuhan yang mengagumkan dan sungguh mengajaibkan dan setiap usaha harus diambil untuk menyelamatkan dan mengekalkannya jika mungkin. Tidaklah sehingga kira-kira seribu tahun selepas St. Augustine bahawa orang-orang Kristian sekali lagi menyoal tentang bunuh diri. Walaupun mereka masih mempercayai bahawa bunuh diri umumnya adalah salah, orang-orang Kristian yang liberal berpendapat bahawa orang-orang yang memilih untuk membunuh diri berasa terlalu sedih dan Tuhan Kristian yang penuh dengan kasih sayang akan mengampunkan perbuatan mereka.


2.2.2   Agama Katolisisme Modern
         Dalam agama Katolisisme, kematian melalui bunuh diri dianggap sebagai suatu dosa besar. Alasan utama Kristian adalah bahawa hayat seseorang dimiliki Tuhan dan oleh itu, pemusnahan nyawa disamakan dengan perbuatan untuk menguasai apa yang sebenarnya dipunyai Tuhan. Bagaimanapun, alasan ini ditentang oleh David Hume yang berpendapat bahawa jika membunuh ketika seorang masih semula jadinya hidup adalah salah, ia haruslah salah juga untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang akan semula jadinya mati, kerana ini juga kelihatan menentang kehendak Tuhan. Walaupun demikian, perbezaan antara pendapat-pendapat ini mungkin dapat dirapatkan berdasarkan doktrin Katolik tentang cara-cara luar biasa: Gereja Katolik mengajar bahawa tidak adanya sebarang kewajipan moral bagi sesiapa memilih kaedah-kaedah luar biasa untuk menyelamatkan orang-orang yang menghadapi kematian yang mungkin. Perkara 2281 dalam Soal Jawab mengatakan : 2281: Bunuh diri menentang kecenderungan semula jadi manusia untuk memelihara dan mengekalkan hidupnya. Ia menentang kasih sayang kepada diri sendiri. Ia juga menyinggung kasih sayang jiran kerana ia memutuskan pertalian perpaduan secara tidak adil dengan keluarga, negara, dan masyarakat-masyarakat lain yang terus kita punyai kewajipan. Bunuh diri adalah bertentangan dengan kasih sayang kepada Tuhan hidup. Soal Jawab Gereja Katolik 1997 menunjukkan bahawa bunuh diri mungkin tidak selalunya dilakukan dengan kesedaran yang penuh – dan oleh itu tidak seratus peratus dianggap salah dari segi moral: "Gangguan psikologi yang teruk, sesakan jiwa, atau ketakutan terhadap kesusahan, penderitaan, atau penyeksaan, boleh mengurangkan kebertanggungjawapan seseorang yang membunuh diri." Konteks yang penting tentang pengutukan bunuh diri Gereja Katolik ialah desakan mutlak Gereja terhadap kesucian hidup. Adalah dari segi ini, dan memandangkan bahawa perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang berfikir selepas pertimbangan jelas bahawa Gereja menganggap bunuh diri sebagai salah satu daripada dosa yang paling besar dan dengan itu mengakibatkan risiko penglaknatan abadi. Seriusnya pendirian Gereja terdiri daripada dua alasan: Bunuh diri ialah penolakan kasih sayang Tuhan kepada manusia, dan kasih sayang manusia kepada Tuhan. Bunuh diri mengakibatkan perpecahan komuniti-komuniti kawan, orang-orang yang disayangi, dan masyarakat umumnya.
2.2.3   Agama Kristen Protestan Modern
                   Orang-orang Kristian Konservatif (mazhab-mazhab Evangelisme, Karismatik, dan Pentekostalisme) sering memperdebatkan bahawa oleh sebab bunuh diri melibatkan pembunuhan, jadi sesiapa yang melakukannya akan turun ke neraka. Beberapa tokoh Bible telah membunuh diri, dengan yang paling terkenal ialah Judas Iscariot yang menggantung diri selepas mengkhianati Christ. Sedangkan bunuh diri diperlakukan dengan cara yang negatif dalam kitab Bible, tidak adanya sebarang ayat yang tersurat di dalamnya yang mmengatakan secara langsung bahawa bunuh diri akan mengakibatkan nerhaka. Oleh itu, terdapat kepercayaan yang semakin bertumbuh bahawa orang-orang Kristian yang membunuh diri masih akan diberikan Syurga. Walau bagaimanapun, walaupun orang-orang Kristian masih mempercayai bahawa bunuh diri adalah salah pada umumnya, mereka masih menganggap bahawa orang-orang membunuh diri hanya kerana mereka berasa terlalu sedih dan oleh itu, mempercayai bahawa Tuhan Kristian yang penuh dengan kasih sayang akan mengampunkan perbuatan mereka itu. Menurut Alkitab, bunuh diri tidak menentukan apakah seseorang masuk surga atau tidak. Jika orang yang belum selamat bunuh diri, apa yang dia lakukan hanya “mempercepat” dia masuk ke lautan api. Pada akhirnya orang yang bunuh diri itu akan masuk neraka karena menolak keselamatan dalam Kristus, bukan karena bunuh dirinya. Alkitab secara khusus mencatat empat orang yang bunuh diri: Saul (1 Samuel 31:4); Ahitofel (2 Samuel 17:23); Zimri (1 Raja-Raja 16:18) dan Yudas (Matius 27:5). Setiap mereka adalah orang yang jahat dan berdosa. Alkitab memandang bunuh diri sama dengan pembunuhan, yaitu membunuh diri sendiri. Allah adalah yang menentukan kapan dan bagaimana seseorang harus mati. Mengambil hak itu dari tangan Tuhan, menurut Alkitab, adalah penghujatan terhadap Tuhan. Apa kata Alkitab mengenai orang Kristen yang bunuh diri? Saya tidak percaya bahwa orang Kristen yang bunuh diri akan kehilangan keselamatannya dan masuk neraka. Alkitab mengajarkan bahwa mulai dari saat seseorang percaya kepada Kristus, keselamatannya terjamin (Yohanes 3:16). Menurut Alkitab, orang Kristen dapat mengetahui dengan pasti bahwa mereka tetap memiliki hidup yang kekal, apapun yang terjadi. “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal” (1 Yohanes 5:13). Tidak ada yang dapat memisahkan seorang Kristen dari kasih Allah! “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Roma 8:38-39). Jikalau tidak ada “sesuatu makhluk” yang dapat memisahkan seorang Kristen dari kasih Allah, dan orang Kristen yang bunuh diri adalah “sesuatu makhluk,” maka bunuh diripun tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Yesus sudah mati untuk semua dosa-dosa kita … dan jika seorang yang benar-benar Kristen, dalam saat kelemahan dan serangan rohani, sampai bunuh diri, itupun adalah dosa yang untuknya Yesus telah mati. Ini tidak berarti bahwa bunuh diri bukanlah sebuah dosa yang serius. Menurut Alkitab, bunuh diri adalah pembunuhan dan itu selalu salah. Saya memiliki keraguan yang serius terhadap kesejatian iman dari seseorang yang mengaku Kristen tapi bunuh diri. Tidak ada keadaan apapun yang memperbolehkan seseorang, khususnya orang Kristen, untuk menghabiskan nyawanya sendiri. Orang-orang Kristen dipanggil untuk hidup bagi Tuhan, keputusan mengenai kapan dan bagaimana seseorang mati ada dan hanya dalam tangan Tuhan. Mungkin cara yang baik untuk menggambarkan bunuh diri bagi orang Kristen adalah dengan mengambil dari Kitab Ester. Di Persia, mereka memiliki hukum bahwa barangsiapa yang datang menghadap raja tanpa diundang akan dihukum mati, kecuali kalau raja mengulurkan tongkatnya kepada orang tersebut untuk menunjukkan kemurahan. Bunuh diri bagi orang Kristen adalah seperti memaksakan diri untuk menghadap raja dan bukan menunggu dipanggil. Dia akan mengulurkan tongkatnya kepada engkau, namun tidak berarti dia merasa senang dengan Anda. Walaupun bukan menggambarkan bunuh diri, ayat Alkitab dalam 1 Korintus 3:15 barangkali dapat memberikan gambaran yang bagus mengenai apa yang terjadi pada seorang Kristen yang bunuh diri: “Ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api” (1 Korintus 3:15).
2.2.4   Agama Yahudi
                   Agama Yahudi, secara tradisi dan berdasarkan penekanannya terhadap kesucian nyawa, memandangkan bunuh diri sebagai salah satu dosa yang paling serius. Bunuh diri sentiasa dilarang oleh undang-undang Yahudi dan tidak mempunyai sebarang kecualian. Ia tidak diperlihatkan sebagai satu pilihan yang dapat diterima walau jika keadaannya memaksa seseorang melakukan kesalahan besar yang jalan keluar tunggal ialah untuk membunuh diri bagi mengelakkan perbuatan tersebut. Membantu dalam bunuh diri dan meminta bantuan tersebut (dan dengan itu, mencipta subahat untuk perbuatan dosa) juga dilarang, dan merupakan pencabulan Leviticus 19:14, "Jangan kamu meletakkan kesentuhan di hadapan orang buta." Rabai-rabai Yahudi mentafsirkan ayat ini sebagai melarang sebarang jenis halangan terhadap ajaran yang betul seperti memujuk orang lain mempercayai doktrin yang palsu (dari segi teologi), dan memberi nasihat kewangan yang buruk (dari segi ekonomi) atau dalam kes ini, halangan terhadap kesusilaan dan jasmani (sila lihat Talmud Bavli (B.) Pesah.im 22b; B. Mo'ed Katan 5a, 17a; B. Bava Mezia 75b. and B. Nedarim 42b). Larangan terhadap bunuh diri tidak tersurat dalam Talmud. Karya Semahot (Evel Rabbati) 2:1–5 yang ditulis selepas kitab Talmud bertindak sebagai asas untuk kebanyakan undang-undang Yahudi tentang bunuh diri, bersama-sama Genesis Rabbah 34:13 yang berdasarkan larangannya pada Genesis 9:5: "Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut." (Cf. Undang-undang mengenai pembunuhan M.T. 2:3; karya Talmud Babylonia, Undang-undang Mahkamah (Sanhedrin) 18:6; S.A. Yoreh De'ah (Kod Undang-undang Yahudi) 345:1ff). Menurut falsafah Chassidisme Yahudi, sesuatu roh turun ke dunia ini untuk melakukan misinya yang tidak dapat dilaksanakan di "dunia-dunia rohaniah". Ini ialah tafsiran mereka untuk kenyataan Talmud: "Satu saat di Dunia Yang Akan Datang (yang bermaksud kedua-dua hidup selepas mati serta dunia Zaman Messiah) adalah lebih seronok daripada seluruh hayat di dunia ini. Tetapi satu perbuatan yang baik di dunia ini adalah lebih penting daripada seluruh kehidupan abadi di Dunia Yang Akan Datang" (Etika Bapa Kita, Mishna). Menurut mazhab Chassidisme Chabad, walaupun makhluk-makhluk rohani (para roh dan malaikat yang tinggal di dunia-dunia rohaniah) tahu akan kewujudan Tuhan, mereka tidak dapat mencapai IntipatiNya. Semasa mematuhi Rukun-rukun Torah, tubuh dan roh seseorang mencapai Intipati Tuhan (kerana Torah mewakili kehendak Tuhan yang secocok dengan intipatiNya) dan menyucikan kedua-dua tubuh dan roh seseorang, serta juga dunia fizikal ini. Penyucian dunia fizikal melalui pelaksanaan Rukun-rukun akhirnya akan mewujudkan Zaman Messiah yang merupakan matlamat dan tujuan Penciptaan. Oleh itu, kehidupan di dalam dunia fizikal memberi roh seseorang suatu peluang yang unik dan sesiapa yang tidak memanfaatkan diri dengan peluang ini dianggap sebagai telah melakukan suatu dosa yang paling besar. Jawatankuasa Undang-undang dan Piawai Yahudi, badan cendekiawan undang-undang Yahudi dalam mazhab Agama Yahudi Konservatif, telah menerbitkan sebuah teshuva tentang bunuh diri serta bunuh diri dibantu di dalam terbitannya, Agama Yahudi Konservatif, Jilid L, No. 4, pada musim panas 1998. Ia menegaskan larangan dan menumpukan perhatian kepada arah aliran orang-orang Amerika Syarikat dan Eropah yang semakin bertumbuh untuk mencari bantuan bagi membunuh diri. Teshuva memerhatikan bahawa sedangkan banyak orang jatuh sakit, seringnya dengan penyakit-penyakit yang membawa maut, kebanyakan mereka tidak cuba membunuh diri. Jawatankuasa itu mempercayai bahawa kita diwajibkan menentukan sebab-sebab mengapa sesetengah orang mencari bantuan untuk membunuh diri supaya dapat memperbaiki keadaan-keadaan tersebut. Kesimpulan agama Yahudi Konservatif adalah seperti yang berikut : "... mereka yang membunuh diri dan mereka yang membantu orang-orang lain berbuat demikian bertindak atas berbagai-bagai niat. Sesetengah alasan adalah tidak mulia dan melibatkan umpamanya, keinginan anak-anak untuk melihat ibu atau bapa mereka mati dengan segera supaya tidak menghabiskan harta pusaka secara boros untuk penjagaan kesihatan yang 'sia-sia', atau keinginan syarikat-syarikat insuran untuk mengurangkan dengan sebanyak yang mungkin pembelanjaan wang ke atas pesakit-pesakit yang tidak dapat dirawat." Kertas kerja itu mengatakan bahawa respons yang wajar untuk sakit bukannya bunuh diri, tetapi kawalan sakit yang lebih baik atau pemberian lebih banyak ubat sakit. Kertas itu menegaskan bahawa banyak doktor senjaga mengekalkan pesakit-pesakit dalam keadaan sakit dengan enggan memberikan ubat sakit yang mencukupi atas berbagai-bagai alasan; ada yang berbuat demikian kerana kejahilan, ada yang hendak mengelakkan ketagihan drug yang mungkin, dan yang lain atas sikap ketabahan yang salah. Agama Yahudi Konservatif berpendapat bahawa bentuk-bentuk pemikiran seumpama ini adalah "aneh" dan kejam dan dengan adanya ubat-ubat masa kini, tidak terdapat sebarang alasan yang munasabah bagi sesiapa untuk menderita seksa yang tidak henti-henti. Kertas kerja itu kemudian menyelidikkan punca psikologi terhadap rasa putus asa sesetengah pesakit dan menegaskan: "Pakar-pakar perubatan dan orang-orang lain yang diminta untuk membantu dalam penamatan hayat harus menyedari bahawa orang-orang yang berfikir-fikir hendak membunuh diri seringnya hidup sendirian tanpa sesiapa yang menunjukkan sebarang minat terhadap kewujudan mereka yang berterusan. Daripada membantu pesakit dalam bunuh diri, respons yang wajar untuk keadaan-keadaan sebegini adalah untuk memberi pesakit itu sekumpulan orang yang menegaskan secara jelas dan berulang kali minat mereka terhadap kewujudan berterusan pesakit tersebut. Permintaan-permintaan untuk mati harus dinilai dari segi tahap sokongan sosial yang diterima oleh pesakit kerana permintaan-permintaan sebegini seringnya ditarik balik oleh pesakit sebaik sahaja ada orang yang menunjukkan minat akan kewujudannya. Dalam zaman individualisme serta rumah-rumah tangga yang berpecah belah dan berselerak, dan di persekitaran antiseptik hospital-hospital yang orang-orang hampir mati mendapati diri ditinggalkan, rukun mitzvah untuk melawat pesakit-pesakit (bikkur Holim) menjadi lebih penting bagi mengekalkan keinginan pesakit untuk terus hidup."
2.2.5   Agama Budhisme
                   Menurut agama Buddha, perbuatan-perbuatan seseorang pada hayat terdahulu mempunyai pengaruh yang kuat ke atas apa yang dialaminya pada hayat kini; perbuatan-perbuatan kini pula mempengaruhi pengalaman-pengalaman masa depan, menurut doktrin karma. Perbuatan sengaja akal, badan, atau pertuturan menghasilkan reaksi. Reaksi atau akibat ialah sebab untuk keadaan dan perbezaan yang kita alami di dalam dunia. Agama Buddha mengajar bahawa semua orang mengalami banyak kederitaan (dukkha) yang berasal terutamanya daripada perbuatan-perbuatan negatif dahulu, atau hanya kerana kita masih di dalam samsara, iaitu kitaran kelahiran dan kematian. Lagi satu alasan untuk kederitaan yang dialami manusia ialah ketakkekalan dan ilusi (maya). Oleh sebab setiap benda atau perkara sentiasa dalam keadaan ketakkekalan atau fluks, manusia mengalami ketakpuasan hati terhadap peristiwa-peristiwa yang tak tetap dan cepat berlalu dalam kehidupan. Untuk melepaskan diri daripada samsara, seseorang hanya harus menyedari sifat benarnya melalui makrifat detik kini; ini ialah Nirwana. Bagi penganut-penganut agama Buddha, ajaran pertama ialah untuk menahan diri daripada tidak memusnahkan nyawa, termasuk nyawa sendiri. Bunuh diri dianggap sebagai suatu bentuk tindakan yang negatif. Walaupun pandangan demikian, suatu ideologi kuno Asia yang serupa dengan seppuku (hara-kiri) terus mempengaruhi penganut-penganut agama Buddha yang tertindas supaya memilih bunuh diri maruah. Contoh yang paling terkenal ialah pembunuhan diri Thich Quang Duc melalui pengorbanan diri untuk membantah terhadap kerajaan Ngo Dinh Diem. Juga pada zaman moden, sami-sami Tibet telah mempergunakan tanggapan ini untuk memperbantahkan pendudukan Cina di Tibet, dan pencabulan hak asasi manusia penduduk-penduduk Tibet oleh China. Sang Buddha bersabda: ’sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk dapat mendengarkan ajaran benar, begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha.’ (Dhammapada 182). Maka, sungguh menyedihkan apabila kehidupan yang berharga ini hancur dengan cara yang bodoh.
2.2.6   Agama Hinduisme
                   Dalam Hinduisme, membunuh diri dianggap sebagai sama sahaja dosanya dengan membunuh orang lain. Kitab-kitab umumnya mengatakan bahawa kematian melalui bunuh diri (dan sebarang kematian ganas) mengakibatkan seseorang menjadi hantu. Bagaimanapun, agama Hindu menganggap bahawa membunuh diri melalui puasa di bawah berbagai-bagai keadaan yang tertentu dapat diterima. Amalan ini yang dikenali sebagai Sallekhana memerlukan terlalu banyak masa dan daya fikiran sehingga tindakan tersebut tidak lagi merupakan suatu tindakan mengikut gerak hati. Amalan tersebut juga memberikan masa untuk seseorang menyelesaikan semua urusan duniawinya, berfikir-fikir tentang kehidupan, serta mendekati diri dengan Tuhan. Badan manusia adalah perahu yang perkasa dalam menyeberangi samudra material ini, Tuhan sebagai angina sepoi-sepoi untuk mengantar kita ketempat tujuan, guru spiritual adalah nahodanya, dan kita sang jiwa adalah penumpangnya, dan bila orang tidak memanfaatkan badan manusia seperti itu, ia adalah pembunuh dirinya sendiri/ rohnya sendiri. (Srimad Bhagavatam 11.20.17) Dalam ajaran kitab suci dijelaskan badan manusia adalah badan yang terbaik diantara semua badan. Bahkan dikatakan The human body is the best of the Temple. Mengapa demikian ? Karena Tuhan bersemayam dibadan kita, sarvasya caham herdi sanivista (Bhg-gita 15.15 ). Tuhan dengan setia mendampingi setiap mahluk hidup dalam pengembaraannya dialam material ini. Beliau sebagai saksi dalam menemani sang jiwa, tetapi juga menjadi pembimbing jika sang jiwa berserah diri kepadaNya (Bhg.-gita 4.11). Hanya dari badan manusialah sang jiwa dapat kembali kealam Tuhan. Dengan demikian janganlah disia-siakan kesempatan mendapat badan manusia ini, untuk kita dapat segera pulang kerumah kita yang asli dialam Tuhan.
2.2.7   Agama Islam
                   Islam, serupa dengan agama-agama Nabi Ibrahim yang lain, memperlihatkan bunuh diri sebagai suatu dosa yang amat menjejaskan perjalanan rohaniah seseorang. Bagi mereka yang dahulu percaya, tetapi akhirnya menolak kepercayaan mereka kepada Allah, hakikatnya kelihatan jelas negatif. Sepatah ayat dalam bab keempat Al-Quran, An-Nisaa berkata: "Dan janganlah kamu bunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (4:29) Larangan terhadap bunuh diri juga dicatat dalam kenyataan-kenyataan hadis yang tulen. Umpamanya, "Orang yang mencekik dirinya sendiri hingga mati akan mencekiknya juga dalam neraka, dan orang yang menikam dirinya juga akan menikam dirinya di dalam neraka dan orang yang melemparkan dirinya dari tempat tinggi untuk membunuh diri, maka akan selalu dia melemparkan dirinya di dalam neraka." [1]
                         “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (An-Nisa’ : 29) “Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al Qur’an).” (QS. Al-Kahfi ; 6) Hadits 86. (Shahih Muslim) Dari Abu Hurairah ra, katanya Rasulullah saw., bersabda : “Siapa yang bunuh diri dengan senjata tajam, maka senjata itu akan ditusuk-tusukannya sendiri dengan tangannya ke perutnya di neraka untuk selama-lamanya; dan siapa yang bunuh diri dengan racun, maka dia akan meminumnya pula sedikit demi sedikit nanti di neraka, untuk selama-lamanya; dan siapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari gunung, maka dia akan menjatuhkan dirinya pula nanti (berulang-ulang) ke neraka, untuk selama-lamanya.” Hadits 87. (Shahih Muslim) Dari Tsabit bin Dhahhak ra, dari Nabi saw., sabdanya : “Tidak wajib bagi seseorang melaksanakan nazar apabila dia tidak sanggup melaksanakannya.” “Mengutuk orang Mu’min sama halnya dengan membunuhnya.” “Mengadakan tuduhan bohong atau sumpah palsu untuk menambah kekayaannya dengan menguasai harta orang lain, maka Allah tidak akan menambah baginya, bahkan akan mengurangi hartanya.” Hadits 88. (Shahih Muslim) Dari Tsabit bin Dhahhak ra, katanya Nabi saw., sabdanya : “Siapa yang bersumpah menurut cara suatu agama selain Islam, baik sumpahnya itu dusta maupun sengaja, maka orang itu akan mengalami sumpahnya sendiri. “Siapa yang bunuh diri dengan suatu cara, Allah akan menyiksanya di neraka jahanam dengan cara itu pula.” Hadits 89. (Shahih Muslim) Dari Abu Hurairah ra, katanya : “Kami ikut perang bersama-sama Rasulullah saw., dalam perang Hunain. Rasulullah saw., berkata kepada seorang laki-laki yang mengaku Islam, “Orang ini penghuni neraka.” Ketika kami berperang, orang itu pun ikut berperang dengan gagah berani, sehingga dia terluka. Maka dilaporkan orang hal itu kepada Rasulullah saw., katanya “Orang yang tadi anda katakan penghuni neraka, ternyata dia berperang dengan gagah berani dan sekarang dia tewas.” Jawab Nabi saw., “Dia ke neraka.” Hampir saja sebahagian kaum muslimin menjadi ragu-ragu. Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba diterima berita bahwa dia belum mati, tetapi luka parah. Apabila malam telah tiba, orang itu tidak sabar menahan sakit karena lukanya itu. Lalu dia bunuh diri. Peristiwa itu dilaporkan orang pula kepada Nabi saw. Nabi saw., bersabda, : “Kemudian beliau memerintahkan Bilal supaya menyiarkan kepada orang banyak, bahwa tidak akan dapat masuk surga melainkan orang muslim (orang yang tunduk patuh). Hadits 90. (Shahih Muslim) Dari Syaiban ra., katanya dia mendengar Hasan ra, bercerita : “Masa dulu, ada seorang laki-laki keluar bisul. Ketika ia tidak dapat lagi menahan sakit, ditusuknya bisulnya itu dengan anak panah, menyebabkan darah banyak keluar sehingga ia meninggal. Lalu Tuhanmu berfirman : Aku haramkan baginya surga.” (Karena dia sengaja bunuh diri.) Kemudian Hasan menunjuk ke masjid sambil berkata, “Demi Allah! Jundab menyampaikan hadits itu kepadaku dari Rasulullah saw., di dalam masjid ini.”
2.3         Motif Bunuh Diri
                   Bunuh diri (dalam bahasa Inggris: suicide; dalam budaya Jepang dikenal istilah harakiri) adalah tindakan mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif orang lain. Alasan atau motif bunuh diri bermacam-macam, namun biasanya didasari oleh rasa bersalah yang sangat besar, karena merasa gagal untuk mencapai sesuatu harapan.
        Pada dasarnya, segala sesuatu itu memiliki hubungan sebab akibat (ini adalah sistematika). Dalam hubungan sebab akibat ini akan menghasilkan suatu alasan atau sebab tindakan yang disebut motif. Motif bunuh diri ada banyak macamnya.
                   Disini penyusun menggolongkan dalam kategori sebab, misalkan :
1.    Dilanda keputusasaan dan depresi
2.    Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3.    Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
4.    Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu).
5.    Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.
       Dalam ilmu sosiologi, ada tiga penyebab bunuh diri dalam masyarakat, yaitu :
1.    Egoistic suicide (bunuh diri karena urusan pribadi),
2.    Altruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain), dan
3.    Anomic suicide (bunuh diri karena masyarakat dalam kondisi kebingungan).
2.4     Tanda Peringatan Bunuh Diri
                   Studi menunjukkan bahwa 4 dari 5 usaha bunuh diri remaja telah didahului oleh tanda-tanda peringatan yang jelas, pastikan Anda tahu mereka. Jauhkan membaca untuk belajar apa tanda-tanda peringatan bunuh diri remaja untuk mencari, termasuk tanda-tanda peringatan atau indikasi dari rencana bunuh diri. Tanda Peringatan Bunuh Diri Remaja
2.5         Remaja Menggunakan Alkohol
          Alkohol adalah obat yang paling umum digunakan di kalangan remaja. Sementara sebagian besar remaja mengatakan mereka menyetujui minum berat, penyalahgunaan alkohol remaja masih terjadi. Dan alkohol adalah salah satu faktor risiko yang terkait dengan bunuh diri remaja. Jauhkan membaca untuk lebih lanjut tentang penggunaan alkohol remaja, penyalahgunaan, dan ketergantungan. Remaja menggunakan Alkohol.
2.6         Pengobatan Untuk Remaja Bunuh Diri
                    Pengobatan untuk bunuh diri remaja adalah mungkin untuk datang, jika Anda melihat di tempat yang benar dan mengambil langkah yang tepat. Pelajari apa yang harus dipertimbangkan ketika mencari pengobatan untuk remaja bunuh diri, apa yang terlibat dalam pengobatan untuk remaja bunuh diri, dan pilihan untuk mengobati seorang remaja bunuh diri. Pengobatan untuk Remaja bunuh diri.
BAB III
KESEHATAN JIWA REMAJA
                   Pembangunan Nasional pada hakikatnya bertujuan untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka mneningkatakan kualitas sumber daya manusia guna mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin yang lebih selaras, adil dan merata (GBHN,1997). Untuk mencapai tujuan tersebut, bangsa Indonesia telah melakukan berbagai upaya yang salah satunya adalah upaya dalam pembangunan kesehatan.
                   Upaya dalam pembangunan kesehatan bertujuan agar tercapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dan terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu sasaran pembangunan kesehatan adalah mewujudkan generasi muda yang sehat sebagai sumber daya manusia yang produktif dan mampu berperan serta secara aktif dalam Pembangunan Nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas non-fisik yang meliputi segi intelektual, emosional, dan psikososial pada kesehatan remaja (Depkes RI, 2001).
                   Selama ini perhatian masyarakat hanya tertuju pada upaya peningkatan fisik dan kurang memperhatikan non-fisik, yang juga merupakan faktor penentu dalam keberhasilan seorang remaja di kemudian hari. Faktor mental emosional yang tidak diperhatikan menyebabkan seorang remaja hanya sehat fisiknya, namun secara psikologis rentan terhadap stes dan tekanan hidup. Remaja yang demikian akan mudah mengalami masalah mental emosional dan perilaku, sepeti kesulitan pelajar, kecemasan, kenakalan remaja, dan ketergantungan NAPZA.
                   Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke dewasa. Oleh karena itu disebut juga sebagai masa pancaroba yang penuh gejolak dan keadaan yang tidak menentu (Santrok, 1993). Hal ini terjadi karena di satu pihak remaja di anggap sudah bukan anak-anak lagi, tetapi di lain pihak remaja dianggap belum dewasa. Hal ini menyebabkan remaja mengalami krisis identitas.
                   Agar dapat meningkatkan lingkungan yang kondusif untuk perkembangan jiwa remaja, maka orang tua dan masyarakat perlu meningkatkan pengetahuannya tentang masalah kesehatan remaja, sehingga akan tercipta sumber daya manusia (SDM)  yang tangguh dan berkualitas, sehat fisik, mental, serta sosial, dan mempunyai kepribadian yang tangguh dan bermoral tinggi (Depkes RI, 2001).
                   Dalam bab ini akan dibahas tentang pengertian kesehatan jiwa remaja, perkembangan sosial remaja dan cara mefasilitasinya, pengaruh lingkungan terhadap perkembangan remaja, masalah kesehatan dan gangguan jiwa remaja berikut penanggulangannya, serta konseling kesehatan remaja.
3.1     Pengertian Kesehatan Jiwa Remaja
          3.1.1  Kesehatan
                             Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari fisik, mental, dan sosial dan ekonomi (UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan). Sedangkan menurut WHO (2005), kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, sosial yang lengkap, dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Dari dua definisi di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa untuk dikatakan sehat, seorang harus berada pada suatu kondisi fisik, mental, dan sosial yang bebas dari gangguan, seperi penyakit atau perasaan tertekan yang memungkinkan orang tersebut untuk hidup produktif dan mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari serta berhubungan sosial secara nyaman dan berkualitas.
                   Atas dasar definisi kesehatan tersebut, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kekuatan yang utuh yang terdiri dari unsur fisik (organobiologik), menta (psikoedukatif), sosial (sosiokultural) yang tidak hanya dititik beratkan pada  penyakitnya, tetapi pada kualitas hidup (quality of life), yang terdiri dari kesejahteraan (wellbing), dan produktivitas sosial ekonomi (productivity).
          3.1.2  Kesehatan Jiwa
                             Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan, atau bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU NO. 23 Tahun 1966 tentang kesehatan jiwa di definisikan sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain.
                            Berikut ini adalah seseorang yang dikatakan sehat jiwa adalah sebagai berikut (Depkes 2003) yaitu :
1.    Merasa nyaman terhadap dirinya
a.    Mampu menghadapi berbagai perasaan, seperti rasa marah, takut, cemas, rasa bersalah, iri rasa senang, dan lain sebagainya.
b.   Mampu mengatasi kekecewaan dalam kehidupan.
c.    Mempunyai harga diri yang wajar.
d.   Menilai dirinya secara nyata, tidak merendahkan dan tidak pula berlebihan.
2.    Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain
a.         Mampu mencintai dan menerima cinta dari orang lain.
b.        Mempunyai huubungan pribadi yang tetap.
c.         Mampu memercayai orang lain.
d.        Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda.
e.         Merasa bagian dari kelompok.
f.         Tidak mengakali orang lain dan tidak membiarkan dirinya di akali oleh orang lain.
3.    Mampu memenuhi kebutuhan hidup
a.         Menetapkan tujuan hidup yang nyata untuk dirinya.
b.        Mampu mengambil keputusan.
c.         Menerima tanggung jawab.
d.        Merancang masa depan.
e.         Menerima ide dan pengalaman baru.
f.         Merasa puas dengan pekerjaannya.
3.2         Remaja dan Batasannya
                   Remaja di definisikan sebagai periode transisi perkembangan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang mencakup aspek biologi, kognitif, dan perubahan sosial yang berlansung antara usia 10-19 tahun (Santrock, 1993). Msa remaja terdiri dari masa remaja awal (10-14 tahun), masa remaja pertengahan (14-17 tahun), dan masa remaja akhir (17-19 tahun).          Yang dimaksud dengan remaja awal (early adolescence) adalah masa yang ditandai dengan berbagai perubahan tubuh yang cepat, sering mengakibatkan kesulitan dalam menyesuaikan diri, pada saat ini remaja mulai mencari identitas diri atau jati diri. Remaja menengah (middle adolescence) di tandai dengan bentuk tubuh yang menyerupai orang dewasa, meskipun belum siap secara psikologi. Pada masa ini sering terjadi konflik, karena remaja sudah mulai ingin bebas mengikuti teman sebaya yang erat kaitannya dengan pencarian identitas, sedangkan di lain pihak mereka masih tergantung dengan orang tua. Remaja akhir (late adolescence) di tandai dengan pertumbuhan biologis yang sudah melambat, tetapi masih berlangsung di tempat-tempat lain. Emosi, minat, konsentrasi, dan cara berpikir remaja akhir mulai stabil. Dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah sudah mulai meningkat.         
3.3         Karakteristik Masa Remaja
                   Karakteristik perkembangan yang normal terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya mencapai identitas diri, antara lain : dengan menilai diri sendiri secara objektif dan merencanakan untuk mengakatulisasikan kemampuannya. Dengan demikian, pada fase ini, seorang remaja akan :
1.        Menilai identitas pribadi,
2.        Meningkatkan minat pada lawan jenis,
3.        Menggabungkan perubahan seks sekunder ke dalam citra tubuh,
4.        Memulai perumusan tujuaan okupasional,
5.        Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga.
                    Hurlock (1994) mengemukakan berbagai ciri remaja sebagai berikut :
a.    Masa remaja adalah peralihan.
       Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Masa ini merupakan masa yang sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya.
b.    Masa remaja adalah masa terjadi perubahan.
          Sejak awal remaja, perubahan fifik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, peran, minat, pola perilaku, ( perubahan sikap menjadi ambivalen ).
c.    Masa remaja adalah masa yang penuh masalah.
          Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi karena remaja belum terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. Akibatnya, terkadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
d.   Masa remaja adalah masa mencari identitas.
          Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran dirinya di masyaarakat. Remaja tidak puas dirinya sama dengan kebanyakan orang, ia ingin memperlihatkan dirina sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya.
e.    Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan.   
          Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercayai, cenderung berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan orang remaja. Stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena orang tua yang memiliki pandangan seperti ini akan selalu mencurigai remaja, sehingga menimbulkan pertentangan dan membuat jarak antara orang tua dengan remaja.
f.     Masa remaja sebagai masa yang tidak realitas.
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca matanya sendiri, baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang ia harapkan.
g.    Masa remaja adalah ambang masa dewasa.
          Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan sebagai seseorang yang hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada perilaku yang di hubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.
3.4         Perkembangan Psikososial Remaja
          Depkes RI (2001) menyatakan bahwa perkembangan psikososial remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu perkembangan psikososial remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-16 tahun), dan remaja akhir (17-19 tahun). Berikut ini akan di jelaskan tentang ciri-ciri pada setiap tahap perkembangan, dampaknya terhadap remaja, dan efeknya terhadap orang tua.


          Perkembangan Psikososial Remaja Awal (10-14 tahun)
No.
Tahap Perkembangan
Dampak terhadap Remaja
Efek terhadap Orang Tua
1.
Cemas terhadap penampilan badan atau fisik.
Kesadaran diri (self consciousness) meningkat.
Orang tua mungkin menganggap anaknya terfokus pada dirinya.
2.
Perubahan hormonal
Pemarah, anak laki-laki yang tadinya baik dapat menjadi lebih agresif, mungkin timbul jerawat (baik pada remaja laki-laki maupun perempuan).
Orang tua mugkin menemukan kesulitan dalam berhubungan dengan remaja.
3.
Menyatakan kebebasan dan merasa sebagai seorang individu, tidak hanya sebagai seorang anggota keluarga.
Bereksperimen dengan cara berpakaian, berbicara, dan cara penampilan diri, sebagai suatu usaha untuk mandapatkan identitas baru
Orang tua merasa ditolakdan sulit menerima keinginan anak yang berbeda dari mereka
4.
Perilaku memberontak dan melawan.
Kasar dan menuntut kebebasan
Bila ingin mempertahankan hubungan baik, orang tua perlu menangani anak secara hati-hati. Orang tua merasa tidak mudah membuat  keseimbangan antara permisif dan overprotective.
5.
Kawan menjadi lebih penting
Ingin tampak sama dengan teman, yaitu dalam cara berpakaian, gaya rambut, mendengarkan musik, dan lainnya.
Orang tua mungkin terganggu oleh tuntutan finansial dan gaya hidup anak.

          Perkembangan Psikososial Remaja Pertengahan (15-16 tahun)
No.
Tahap Perkembangan
Dampak terhadap Remaja
Efek terhadap Orang Tua
1.
Lebih mampu untuk berkompromi
Lebih tenang, lebih sabar, lebih toleransi, dan dapat menerima pendapat orang lain meskipun berbeda dengan pendapatnya sendiri
Orang tua secara bertahap merasakan semakin mudah berhubungan dengan anaknya.
2.
Belajar berpikir secara independen dan membuat keputusan sendiri
Menolak campur tangan orang tua untuk mengendalikannya. Kurang dapat dipengaruhi dan teman tidak lagi berpengaruh besar.
Orang tua harus belajar untuk memberikan kepercayaan kepada anak dan tidak terlalu mengendalikannya.
3.
Terus menerus bereksperimen untuk mendapatkan citra diri yang dirasakan nyaman bagi mereka.
Baju, gaya rambut, sikap, dan pendapat mereka sering berubah-ubah.
Orang tua mungkin menggapi sikap remaja secara serius dan khawatir akan jadi menetap.
4.
Merasa perlu mengumpulkan pengalaman baru, dan mengujinya walaupun beresiko.
Mulai bereksperimen dengan rokok, alkohol, dan kadang-kadang NAPZA.
Cemas terhadap risiko ini, sehingga orang tua cenderung membatasi dan menetapkan aturan.
5.
Tidak lagi berfokus pada diri sendiri.
Lebih bersosialisasi dan tidak lagi pemalu.
Orang tua melihat bahwa remaja siap untuk membina hubungan dekat.

                   Perkembangan Psikososial Remaja Akhir (17-19 tahun)
No.
Tahap Perkembangan
Dampak terhadap Remaja
Efek terhadap Orang Tua
1.
Ideal.
Cenderung menggeluti masalah sosial/politik. Dapat pula menggeluti nilai-nilai keagamaan dan bahkan pindah agama.
Orang tua menjadi tegang dan stres karena penolakan anak terhadap agama dan kepercayaan sendiri.
2.
Terlibat dalam kehidupan pekerjaan dan hubungan di luar keluarga.
Mulai belajar mengatasi stres yang dihadapinya, mungkin lebih senang pergi dengan teman dari pada berlibur dengan keluarganya.
Keinginan orang tua untuk melindungi anaknya dapat menimbulkan bentrokan.
3.
Harus mampu belajar untuk mencpai kemandirian, baik dalam bidang finansial maupun emosional.
Kecemasan dan ketidakpastian masa depan dapat merusak harga diri dan keyakinan diri.
Orang tua mungkin masih memberikan dukungan finansial terhadap remaja yang secara emosional tidak lagi tergantung kepada mereka. Hal ini dapat membuat hubungan menjadi lebih mudah.
4.
Lebih mampu membuat hubugan dengan lawan jenis yang lebih stabil.
Mempunyai pasangan yang lebih serius dan banyak menghabiskan waktunya dengan mereka.
Orang tua cenderung cemas terhadap hubungan yang terlalu serius dan terlalu dini. Mereka takut sekolah dan pekerjaan terabaikan.
5.
Mereka sebagai orang dewasa yang setara dengan keluarga anggota lainnya.
Cenderung merasa pengalamannya berbeda dengan orang tuanya.
Orang tua mungkin berkecil hati menghadpi keadaan ini




3.5         Cara Memfasilitasi Perkembangan Remaja
                    Cara memfasilitasi perkembangan remaja dapat dilakukan oleh remaja itu sendiri, dan oleh orang tua atau keluarganya.
                   Cara – cara yang dilakukan remaja
          Cara-cara yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi perkembangan remaja adalah  sebagai berikut :
1.    Diskusikan dengan remaja mengenai ciri-ciri perkembangan psikososial remaja yang normal dan menyimpang.
2.    Diskusikan cara-cara untuk mencapai perkembangan psikososial yang normal, yaitu :
a.    Anjurkan remaja untuk berinteraksi dengan orang lain yang membuat mereka nyaman untuk mencurahkan perasaan, perhatian, dan kekhawatiran.
b.    Anjurkan remaja untuk mengikuti organisasi yang mempunyai kegitan positif (olahraga, kesenian, pramuka, dan lain sebagainya).
c.    Anjurkan remaja untuk melakukan kegiatan dirumah sesuai dengan perannya.
3.    Bimbing dan motivasi remaja dalam membuat rencana kegiatan dan melaksanakan rencana yang telah di buatnya.
4.    Jika remaja mengalami penyimpangan perkembangan, misalnya bingung peran, maka :
a.    Diskusikan aspek positif atau kelebihan yang dimiliki remaja.
b.     Bantu remaja mengidentifikasi berbagai peran yang dapat ditampilkan remaja dalam kehidupannya.
c.    Diskusikan penampilan peran yang terbaik untuk remaja.
d.   Bantu remaja untuk mengidentifikasi perannya di keluarga.
                   Cara-cara yang dilakukan oleh orang tua
          Cara-cara yang dilakukan oleh orang tua atau keluarga dalam rangka memfasilitasi perkembangan remaja adalah sebagai berikut :
1.    Jelaskan tentang ciri-ciri perkembangan yang normal dan menyimpang.
2.    Jelaskan cara yang dapat dilakukan orang tua atau keluarga untuk memfasilitasi perkembangan remaja yang normal, dengan cara :
a.    Fasilitasi remaja untuk berinteraksi dalam kelompok sebaya
b.    Anjurkan remaja untuk bergaul dengan orang lain yang membuat remaja nyaman mencurahkan perasaan, perhatian, dan kekhawatiran.
c.    Berperan sebagai teman berbagi cerita bagi remaja.
d.   Berperan sebagai contoh peran (role model) bagi remaja dalam melakukan interaksi sosial yang baik.
e.    Anjurkan remaja untuk mengikuti  organisasi yang mempunyai kegiatan positif.
f.     Berikan lingkungan yang nyaman bagi remaja untuk melakukan aktivitas bersama kelompoknya.
g.    Membimbing remaja dalam menentukan  rencana masa depannya.       
3.6         Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Jiwa Remaja
          Perilaku remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan. Di satu pihak, remaja mempunyai keinginan kuat untuk mengadakan interaksi sosial dalam upaya mendapatkan kepercayaan dari lingkungan, sedangkan di pihak lain ia mulai memikirkan kehidupan secara mandiri serta terlepas dari pengawasan orang tua serta sekolah. Salah satu bagian perkembangan masa remaja yang tersulit adalah penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan interpesonal yang awalnya belum pernah ada, juga harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai hubungan pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyusunan baru. Ia harus mempertimbangkan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, membentuk kelompok sosial baru, nilai-nilai baru dalam memilih teman.
3.6.1   Lingkungan Keluarga
       Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Usia 4-5 tahun di anggap sebagai titik awal proses identifikasi diri menurut jenis kelamin, sehingga peran ibu dan ayah atau orang tua pengganti (nenek, kakek, dan orang dewasa lainnya) sangat besar. Apabila proses identifikasi ini tidak berjalan dengan lancar, maka dapat timbul proses identifikasi yang salah. Lingkungan keluarga yang dapat berpengaruh adalah sebagai berikut :
a.    Pola asuh keluarga
              Proses sosialisasi sangat di pengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga, di antaranya sebagai berikut :
1.   Sikap orang tua yang otoriter.
2.   Sikap oorang tua yang premisif.
3.   Sikap orang tua yang selalu membandingkan anak-anaknya.
4.   Sikap orang tua yang terlalu berambisi dan terlalu menuntut anak-anaknya.
5.   Orang tua yang demokratis.
b.    Kondisi keluaga
         Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak. Sebaliknya orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga dan anak akan melarikan diri dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap, misalnya karena penceraian dan kematian, atau keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat memengaruhi perkembagan jiwa remaja.
         Pendidikan moral dalam keluarga adalah upaya menanamkan nilai-nilai akhlak atau budi pekerti kepada anak dirumah. Pengertian budi pekerti mengandung nilai-nilai berikut.
1.   Keagamaan
     Pendidikan agama diharapkan dapat menumbuhkan sikap anak yang mampu menjauhi hal-hal yang dilarang dan melaksanakan perintah yang dianjurkan.
2.   Kesusilaan
     Meliputi nilai-nilai yang berkaitan dengan orang lain, misalnya sopan santun, kerja sama, tenggang rasa, saling menghayati, saling menghormati, menghargai orang lain, dan sebagainya.
3.   Kepribadian
     Memiliki nilai-nilai dalam kaitan pengembangan diri, misalnya keberanian, rasa malu, kejujuran, kemandirian dan sebagainya.
3.6.2   Lingkungan sekolah
       Pengaruh juaga cukup kuat dalam perkembangan remaja adalah lingkungan sekolah. Umumnya orang tua menaruh harapan yang besar pada pendidikan sekolah. Oleh karena itu, dalam memilih sekolah orang tua perlu mempertimbangkanlingkungan suasana sekolah. Suasana sekolah yang sangat berpengaruh pada jiwa remaja adalah kedisiplinan, kebiasaan belajar, pengendalian diri, dan bimbingan guru.
3.6.3   Lingkungan teman sebaya
       Di dalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan konsep dirinya. Disini ia di nilai oleh teman sebayanya tanpa memedulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah negatif. Akan lebih berbahaya apabila kelompok sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak dapat terlepas dari kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya, merupakan gaya hidup dan perilaku kelompoknya.
3.6.4   Lingkungan masyarakat
Dalam kehidupannya, manusia di bimbing oleh nilai-nilai pandangan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai yang baik harus diikuti daan nilai yang buruk harus di hindari. Sesuai dengan aspek rohaniah dan jasmaniah yang ada pada manusia, maka manusia dibimbing oleh pasangan nilai materi dan non-materi. Apabila manusia ingin hidup secara damai dalam masyarakat, maka sebaiknya kedua nilai yang merupakan pasangan tadi di serasikan. Namun, kenyataan dewasa ini menunjukan bahwa nilai materi mendapat tekanan lebih besar dari pada nilai non-materi atau spiritual.
3.7         Kenakalan Remaja
3.7.1   Pengertian kenakalan remaja
                    Kenakalan remaja adalah perilaku yang melampaui batas toleransi orang lain dan lingkungannya. Tindakan ini dapat merupakan perbuatan yang melanggar hak azasi manusia, bahkan sampai melanggar hukum. Pada dasarnya, kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Kartini Kartono (1998) menyatakan bahwa remaja yang nakal itu disebut sebagai anak cacat sosial dan mental, yang di sebabkan oleh pengaruh sosial yang ada dimasyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan yang di sebut “kenakalan”. Jadi kelainan remaja dapat di definisikan sebagai kelaianan tingkah laku atau tindakan remaja yang bersifat antisosial, melanggar norma sosial, agama, serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
                    Menurut Gunarsa (1988), dari segi hukum, kenakalan remaja dapat digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum, yaitu :
1.    Kenakalan bersifat amoral dan asosial yang tidak di atur dalam undang-undang, sehingga tidak dapat atau sulit di golongkan sebagai pelanggaran hukum.
2.    Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang, dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan hukum bila dilakukan pada orang dewasa.
Sedangkan berdasarkan bentuknya, Sunarwiayati (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan yaitu :
a.    Kenakalan biasa, seperti suka kelahi, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit, dan berkelahi dengan teman.
b.   Kenakalan remaja menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, seperti mengendarai mobil tan SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin, mencuri, dan kebut-kebutan.
c.    Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan obat, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan, kasus pembunuhan, dan menggugurkan kandungan.
3.7.2   Penyebab kenakalan remaja
                   Terganggunya daya penyesuaian sosial remaja, disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi, yaitu  sebagai berikut :
1.    Faktor genetik atau biologi, misalnya :
·      Gangguan tingkah laku tak berkelompok yang sudah mulai terlihat pada masa kanak-kanak dan semakin parah dengan bertambahnya usia, antara lain terlihat pada sikap kejam terhadap binatang, suka bermain api, dan sebagainya.
·      Keperibadian organik berupa perilaku impulsif, mudah marah dan tak berpikir panjang yang terjadi sesudah kerusakan permanen pada otak.
·      Gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas,  yaitu gangguan yang diakibatkan kerusakan minimal pada otak.
2.    Faktor pola asuh orang tua yang tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak, misalnya orang tua yang premisif, otoriter, dan acuh tak acuh.
3.    Faktor psikososial, misalnya :
·      Rasa rendah diri, rasa tidak nyaman, dan rasa takut yang dikompensasi dengan berperilaku risiko tinggi.
·      Pembentukan identitas diri yang kurang mantap dan keinginan mencoba batas kemampuannya, menyebabkan berani atau nekat.
·      Proses identifikasi remaja terhadap tindak kekerasan.
·      Penanaman nilai yang salah, yaitu orang atau kelompok yang berbeda, misalnya seragam sekolah, etnik, dan agama dianggap musuh.
·      Pengaruh media massa (majalah, film, TV) dapat memberikan contoh yang tidak baik bagi remaja.      
3.7.3   Penatalaksanaan kenakalan remaja
          Sebelum menyelesaikan masalah, perlu dilakukan penilaian secara cermat terkait faktor yang melatarbelakangi terjadinya kenakalan remaja (aspek biologi, psikologi, dan sosial) dan beratnya stresor yang dihadapi remaja. Penyelesaiannya tidak mudah karena masalah ini sangat kompleks.
         Program konseling bagi remaja, orang tua, dan keluarga sangat penting agar mereka menyadari bahwa remaja dalam perkembangannya membutuhkan dukungan. Orang tua dapat berfungsi sebagai penyangga di saat reemaja yang mengalami krisis, baik dari dalam dirinya ataupun karena faktor luar. Salah satu caranya adalah penekanan tentang pentingnya komunikasi dua arah yang terbuka dan mengubah interaksi sehingga keluarga dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih sehat. Konseling bagi remaja diperlukan agar mereka mampu mengembangkan identitas diri dan menyesuaikan dengan lingkungan secara sehat.
3.8         Konseling Kesehatan Remaja
3.8.1   Pengertian konseling
         Konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorag yang mengalami kesulitan dengan seseorang profesional yang praktik dan pengalamannya mungkin dapat dipergunakan untuk membantu yang lain guna memecahkan persoalan pribadinya (Smith, 1995 dalam Gunarsa, 1996). Sementara itu, Bernard and Fullmer (1977) mengemukakan bahwa konseling adalah usaha untuk mengubah pandangan seseorang terhadap diri sendiri, orang lain, atau lingkungan fisik, dan sebagai akibatnya seseorang di bantu untuk mencapai identitas sebagai pribadi dan menentukan langkah-langkah untuk memupuk perasaan berharga, berarti, dan bertanggung jawab. Dalam arti yang sederhana, konseling dapat diartikan sebagai hubungan yang saling membantu antara dua orang, yaitu konselor dan klien (Depkes, 1997). Selain itu disebutkan bahwa konseling adalah kegiatan tatap muka, yang diselenggarakan secara sengaja, melibatkan dua pihak, yaitu konselor dan klien (Depkes, 2001).
Konselor dan klien membuat keputusan dalam hal-hal seperti berikut :
1.    Bekerja sama dalam rangka membantub klien agar dapat menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa dari aspek kehidupan.
2.    Melakukan komunikasi yang baik untuk mengulangi masalah-masalah klien yang ada.
3.    Menyediakan keahlian, pengetahuan, dan akses pada sumber-sumber perilaku yang akan membantu klien mengatasi masalah kehidupan yang menyebabkan kekhawatiran, mengurangi kekhawatiran, dan menyelesaikannya.
4.    Menawarkan akses dan dukungan secara kontinu.
3.8.2   Konselor remaja
Konselor sekolah menempati posisi yang strategis dalam upaya pembinaan remaja, baik untuk tujuan preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Kualitas yang harus dimiliki konselor remaja adalah sebagai berikut :
a.    Berkeinginan untuk belajar dari dan melalui pengalaman.
b.    Kemampuan untuk menerima orang lain.
c.    Kemampuan untuk mendengarkan.